Makalah Musaqah, Muzara'ah, Mukhabarah

Pict : Unsplash

 BAB I 
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Tuhan menciptakan manusia dimuka bumi ini sebagai khalifah atau pemimpin untuk diri sendiri maupun orang lain. Meskipun manusia berperan sebagai khalifah tentu tak luput dari bantuan manusia lainnya, sehingga antara manusia satu dengan manusia lainnya  saling membutuhkan satu sama lain.
Didalam islam hubungan antara manusia telah diatur sedemikian rupa agar tidak terjadi perselisihan yang mampu  menimbulkan permusuhan antara individu yang satu dengan individu yang lainnya. 
Dalam kehidupan sosial, nabi Muhmmad mengajarkan kepada kita semua tengtang bermuamalah agar terjdi kerukunan antar umat serta memberikan keuntungan bersama.
Dalam pembahasan kali ini, pemakalah akan membahas tiga diantara muamalah yang diajarkan Nabi Muhammad SAW yaitu musaqah,muzara’ah dan mukharabah.
B. Rumusan Masalah
A. Musaqah
1) Apa Pegertian dan hukum Musaqah ?
2) Apa Rukun Musaqah?
3) Apa Syarat Musaqah?
4) Kapan Berakhirnya akad Musaqah?
5) Apa Hikmah Musaqah?
B. Muzara’ah 
1) Apa Pengertian dan hukum Muzara’ah ?
2) Apa Rukun Muzara’ah?
3) Apa Syarat Muzara’ah?
4) Kapan Berakhirnya akad Muzara’ah?
5) Apa Hikmah Muzara’ah?
C. Mukharabah 
1) Apa Pengertian Mukhabarah?
2) Apa Ketentuan Mukhabarah?
3) Apa Hikmah Mukhabarah?
4) Siapa yang dikenakan zakat?

C.    Tujuan
A. Musaqah
1) Untuk mengetahui Pegertian dan Hukum Musaqah
2) Untuk mengetahui Rukun Musaqah
3) Untuk mengetahui Syarat Musaqah
4) Untuk mengetahui Kapan Berakhirnya Akad Musaqah
5) Untuk mengetahui Hikmah Musaqah
B. Muzara’ah 
1) Untuk mengetahui Pengertian dan hukum Muzara’ah 
2) Untuk mengetahui Rukun Muzara’ah
3) Untuk mengetahui Syarat Muzara’ah
4) Untuk mengetahui Berakhirnya akad Muzara’ah
5) Untuk mengetahui Hikmah Muzara’ah
C. Mukharabah 
1) Untuk mengetahui Pengertian Mukhabarah
2) Untuk mengetahui Ketentuan Mukhabarah
3) Untuk mengetahui Hikmah Mukhabarah
4) Untuk mengetahui siapa yang dikenakan zakat
BAB II
PEMBAHASAN
A. MUSAQAH
1. Pengertian dan dasar hukum Musaqah
Menurut bahasa, Musaqah berasal dari kata “As-Saqyu” yang artinya penyiraman. Sedangkan menurut istilah musaqah adalah kerjasama antara pemilik kebun (tanah) dengan petani penggarap, yang hasilnya dibagi berdasarkan perjanjian. 
Musaqah hukumnya jaiz (boleh), hal ini berdasarkan hadits Nabi SAW :
عَنِ ابْنِ عُمَرَرَضِيَ الله ُعَنْهُمَاأَنَّ النَّبِيَّ ص م عَامَلَ أَهْلَ خَيْبَرَ بِشَرْطٍ مَا يَخْرُجُ مِنْهَا مِنْ
ثَمَرٍأَوْزَرْعٍ    (متفق عليه)
Dari ibnu Umar ra. “bahwasanya Nabi SAW telah mempekerjakan penduduk Khaibar dengan syarat akan diberi upah separuh dari hasil tanaman atau buah-buahan yang keluar dari lahan tersebut” (HR. Muttafaq Alaih).

2.     Rukun Musaqah
a) rukun-rukun musāqāh.
Menurut Ulama Hanafiyah yang  berpendirian bahwa yang menjadi rukun dalam akad adalah ijāb dari pemilik tanah perkebunan dan qabūl dari petani penggarap, dan pekerjaan dari pihak petani penggarap.
Sedangkan menurut Jumhur ulama yang terdiri atas ulama Malikiyah, Syafi’iyah, dan Hanabilah berpendiriran bahwa transaksi musāqāh harus memenuhi lima rukun, yaitu:
a) Sighāt (ungkapan) ijāb dan qābūl.
b) Dua orang/pihak yang melakukan transaksi;
c) Tanah yang dijadikan objek musāqāh;
d) Jenis usaha yang akan dilakukan petani penggarap;
e) Ketentuan mengenai pembagian hasil musāqāh

3.     Syarat Musaqah
1. Ahli dalam akad.
2. Menjelaskan bagian penggarap.
3. Membebaskan pemilik dari pohon.
4. Hasil dari pohon dibagi dua antara pihak-pihak yang melangsungkan akad sampai batas akhir, yakni menyeluruh sampai akhir.
5. Tidak disyaratkan untuk menjelaskan mengenai jenis benih, pemilik benih, kelayakan kebun, serta ketetapan waktu.

4. Berakhirnya akad musāqāh
Menurut ulama fiqh, akad musāqāh berakhir apabila:
a) Tenggang waktu yang disepakati dalam akad telah habis.
b) Salah satu pihak meninggal dunia.
c) Dan uzur yang membuat salah satu pihak tidak boleh melanjutkan akad. 
Uzur yang mereka maksudkan dalam hal ini di antaranya adalah petani penggarap itu terkenal sebagai seorang pencuri hasil tanaman dan petani penggarap sakit yang tidak memungkinkan dia untuk bekerja. Jika petani yang wafat, maka ahli warisnya boleh melanjutkan akad itu jika tanaman itu belum dipanen, sedangkan jika pemilik perkebunan yang wafat, maka pekerjaan petani harus dilanjutkan. Jika kedua boleh pihak yang berakad meninggal dunia, kedua belah pihak ahli waris boleh memilih antara meneruskan akad. atau menghentikannya.

5.   Hikmah Musaqah
Memberi kesempatan pada orang lain untuk bekerja dan menikmati hasil kerjanya, sesuai dengan yang dikerjakan. Sementara itu, pemilik kebun/tanah garapan memberikan kesempatan kerja dan meringankan kerja bagi dirinya.

B. MUZARA’AH
1. Pengertian dan dasar hukum Muzara’ah
Muzara’ah barasal dari bahasa Arab yang berarti menumbuhkan. Secara istilah para ulama fiqih mendefinisikan sebagai berikut:
a) Syekh Ibrahim Al-Bajuri berpendapat bahwa muzara’ah adalah pekerja mengelola sawah dengan sebagian apa yang dihasilkan darinya dan modal dari pemilik tanah.
b) Ulama Malikiyah berpendapat muzara’ah adalah bersekutu dalam akad.
c) Ulama Hanabilah berpendapat bahwa pemilik tanah menyerahkan tanahnya kepada orang lain untuk ditanami dan yang bekerja diberi bibit.
Dari beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa muzara’ah adalah pemilik tanah menyerahkan tanahnya kepada orang lain untuk dikelola dengan bagi hasil, yakni seperdua, sepertiga, atau lebih yang benihnya dari petani.
Dasar hukum diperbolehkannya muzara’ah adalah adits Nabi yang artinya: “Sesungguhnya Nabi saw. menyatakan tidak mengharamkan bermuzara’ah, bahkan beliau menyuruhnya, supaya yang sebagian menyayangi sebagia yang lain, dengan katanya, ‘barang siapa yang memiliki tanah maka hendakalah ditanami atau diberikan’.”

2.    Rukun Muzara’ah
Ada perbedaan pendapat mengenai rukun muzara’ah di antara para ulama:
a) Ulama Hanabilah berpendapat rukun muzara’ah yaitu ijab dan kabul. Boleh dilakukan dengan lafal apa saja yang menunjukkan adanya ijab dan kabul. Bahkan muzara’ah sah dilafalkan dengan ijarah.
b) Ulama Hanafiah berpendapat rukun muzara’ah ada empat, yaitu tanah, perbuatan pekerja, modal, dan alat-alat ntuk menanam.

3. Syarat-Syarat Muzara’ah
1) ‘Aqidain, yakni harus berakal.
2) Tanaman, akni disyaratkan adanya penentuan macam apa saja yang akan ditanam.
3) Perolehan dari hasil tanaman, yaitu:
a) Bagian masing-masing harus disebutkan jumlahnya (prosentase ketika akad).
b) Hasil adalah milik bersama.
c) Bagan antara amil dan malik adalah dari satu jenis barang yang sama.
d) Bagian kedua belah pihak sudah dapat diketahui.
e) Tidak disyaratkan bagi salah satunya penambahan yang maklum.
4)   Tanah yang akan ditanami, yaitu tanah tersebut dapat ditanami dan diketahui batas-batasnya.
5)   Waktu, syaratnya adalah:
a) Waktunya telah ditentukan,
b) Waktu itu telah memungkinkan untuk menanam tanaman dimaksud, seperti menanam padi waktunya kurang lebih 4 bulan (tergantung teknologi yang dipakainya) atau menurut kebiasaan setempat, dan
c) Waktu tersebut memungkinkan kedua belah pihak hidup menurut kebiasaan.
5) Alat-alat muzara’ah disyaratkan berupa hewan atau yang lainnya dibebankan kepada pemilik tanah.

4.   Berakhirnya Akad Al-Muzara’ah
 Akad al-muzaraah ini bisa berakhir manakala maksud yang dituju telah dicapai yaitu:
1)   Jangka waktu yang disepakati pada waktu akad telah berakhir. Akan tetapi bila waktu habis namun belum layak panen, maka akad muzara’ah tidak batal melainkan tetap dilanjutkan sampai panen dan hasilnya dibagi sesuai dengan kesepakatan bersama.
2)  Meninggalnya salah satu dari kedua orang yang berakad. Menurut ulama Hanafiyah bila salah satu dari dua unsur tadi wafat maka akad muzaraah ini dianggap batal, baik sebelum atau sesudah dimulainya proses penanaman. Namun Syafi’iyah memandangnya tidak batal
3)  Adakalanya pula berakhir sebelum maksud atau tujuannya dicapai dengan adanya berbagai halangan atau uzur, seperti sakit, jihad dan sebagainya.

5. Hikmah Muzara’ah
Muzara’ah menjadikan pemilik tanah dan penggarap tanah bersinegi untuk bersama-sama mendapatkan bagian atas apa yang sudah disumbangkan kedua belah pihak dengan penuh keikhlasan dan rida atas dasar saling tolong-menolong dan percaya sehingga saling menguntungkan tidak saling merugikan.


C. MUKHABARAH
1. Pengertian Mukharabah 
Mukhabarah adalah akad yang sama dengan muzara’ah baik dalam dasar hukum, sarat, dan rukunnya. Keduanya masih sama-sama dalam perdebatan para ulama. Ada sebagian yang membolehkan dan ada sebagian yang tidak membolehkan. Namun, dilihat dari manfaat yang diambil dari kedua akad tersebut maka secara syarak boleh dilakukan sepanjang tidak ada maksud mencari keuntungan untuk diri sendiri dan mempekerjakan orang lain tanpa diberi upah sedikitpun dari hasil kerjanya.
Perbedaan antara mukhabarah dan muzara’ah terletak dalam hal benih yang akan ditanam apakah benih menjadi tanggungan pemilik tanah atau menjadi tanggungan penggarap. Dalam akad muzara’ah, pihak penggarap adalah yang menyediakan benih, sedangkan pada akad mukhabarah, pemilik tanah adalah pihak yang menyediakan benih.

2. Ketentuan dalam Akad Mukhabarah 
Terdapat beberapa ketentuan yang perlu diperhatikan dalam akad Mukhabarah, antara lain:
a.    Para akid adalah mereka yang sudah cukup dewasa.
b.    Usahakan penggarap adalah seagama.
c.    Tanah garapan betul-betul dapat menghasilkan dan menguntungkan.
d.    Akad  harus jelas, tidak ada keraguan dan kecurangan. Apabila perlu ditulis atau dicatat untuk menghindari kelupaan, terutama batas waktu akad, jenis benih yang akan ditanam, berapa bagian masing-masing dari penghasilan, kapan penyerahan tanah dan benih, dan dibuat perjanjian kerja sama yang saling menguntungkan.
e.    Kesepakatan penggunaan alat untuk kerja, memakai alat tradisional atau memakai alat modern. Hal itu perlu disebutkan karena menyangkut biaya yang dikeluarkan oleh masing-masing adalah berbeda.

3.    Hikmah mukhabarah yaitu:
a.    Membuat peluang kerja.
b.    Mendidik manusia agar lebih memahami tentang ilmu pertanian dan kerja profesional.
c.    Saling menghargai antara pemilik tanah dan penggarap tanah 
d.    Memberi pelajaran agar manusia rajin bekerja.
4.  Zakat Muzara’ah Dan Mukhabarah
Zakat hasil paroan sawah atau ladang ini diwajibkan atas orang yang punya benih, jadi pada muzara’ah, zakatnya wajib atas petani yang bekerja, karena pada hakekatnya dialah yang bertanam, yang punya tanah seolah – olah mengambil sewa tanahnya, sedangkan penghasilan sewaan tidak wajib dikeluarkan zakatnya.
 Sedangkan pada mukhabarah, zakat diwajibkan atas yang punya tanah karena pada hakekatnya dialah yang bertanam, petani hanya mengambil upah bekerja. Penghasilan yang didapat dari upah tidak wajib dibayar zakatnya. Kalau benih dari keduanya, maka zakat wajib atas keduanya, diambil dari jumlah pendapatan sebelum dibagi
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
musaqah adalah kerjasama antara pemilik kebun (tanah) dengan petani penggarap, yang hasilnya dibagi berdasarkan perjanjian. 
muzara’ah adalah pemilik tanah menyerahkan tanahnya kepada orang lain untuk dikelola dengan bagi hasil, yakni seperdua, sepertiga, atau lebih dan benih ditanggung oleh sipenggarap.
 Sedangkan  Mukharabah adalah pemilik tanah menyerahkan tanahnya kepada orang lain untuk dikelolah dengan bagi hasil dan benih ditanngung oleh sipemilik tanah.       
Hukum dari ketiga akad tersebut adalah boleh. Selain itu, untuk melakukan ketiga akad diatas harus sesuai dengan rukun dan syarat agar dikemudian hari tidak menimbulkan mudharat.
DAFTAR PUSTAKA
https://azizpwd.wordpress.com/2010/05/31/musaqoh-muzaroah-dan-mukhabarah/
http://zakat-mulhari.blogspot.com/2010/12/muzaraah-mukhabarah-dan-musaqah.html
http://massukron.blogspot.com/2013/03/bagi-hasil-mudharabah-musyarokah.html


0 Response to "Makalah Musaqah, Muzara'ah, Mukhabarah"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel