Makalah Hak Milik dan Akad

Pict : Unsplash

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
        Agama islam telah mengatur tatanan kehidupan bagi pemeluknya. Khususnya dalam hubungan antara manusia dengan manusia yang lain yang disebut dengan muamalah.
        Dalam fiqih muamalah banyak menjelaskan hal-hal penting dalam kehidupan manusia. Salah satunya dalam hal kepemilikan,hak, dan akad. Dalam makalah ini kami akan memaparkan hal-hal yang berkaitan dengan hak,milik, dan akad.

B. RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah yang kami angkat dalam makalah ini, yaitu:
1. Apa yang dimaksud dengan Hak Milik,dan Akad ?
2. Apa yang menyebabkan kepemilikan dan apa hikmahnya ?
3. Bagaimana rukun dan syarat-syarat akad?
4. Bagaimana macam-macam dan hikmah akad ?
5. Bagaimana suatu akad dapat berakhir ?
C. TUJUAN PENULISAN
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Hak Milik,dan Akad 
2. Untuk mengetahui apa yang menyebabkan kepemilikan dan apa hikmahnya 
3. Untuk mengetahui bagaimana rukun dan syarat-syarat akad
4. Untuk mengetahui bagaimana macam-macam dan hikmah akad 
5. Untuk mengetajhui bagaimana suatu akad dapat berakhir 
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN HAK MILIK DAN AKAD
Menurut pengertian umum, hak ialah : “Suatu ketentuan yang digunakan oleh syara’ untuk menetapkan suatu kekuasaan atau suatu beban hukum”.
1. Pengertian “hak” sama dengan arti hukum dalam istilah ahli ushul, yaitu sekumpulan kaidah dan nash yang mengatur atas dasar harus ditaati untuk mengatur hubungan manusia dengan manusia, baik mengenai orang maupun mengenai harta.
2. Sedangkan arti “milik” adalah kekhususan terdapat pemilik suatu barang menurut syara’ untuk bertindak secara bebas bertujuan mengambil manfaatnya selama tidak ada penghalang syar’i.
Kata “hak milik “dalam bahasa Indonesia adalah kata serapan dari bahasa Arab al haqq dan al milik  yang bermakna ketetapan dan kepastian, yaitu suatu ketetapan yang tidak boleh diingkari keberadaannya. Sementara itu pengertian al haqq secara terminologis ialah ketetapan yang bersesuaian dengan realitas. Adapun kata al milk adalah kemampuan seseorang untuk menggunakan haknya selama tidak ada penghalang yang menjadikan seseorang tidak bisa menggunakan haknya.
        Dari beberapa uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa hak al milk adalah hak yang memberikan kepada pemiliknya hak wilayah. Artinya dia boleh memiliki, boleh memakai, boleh mengambil manfaat, boleh menghabiskan, boleh membinasakan asal tidak menimbulkan bahaya bagi orang lain.
        Sedangkan “akad” diartikan sebagai perikatan yang ditetapkan dengan ijab qabul berdasarkan ketentuan syara’ yang berdampak pada objeknya. Kata akad berasal dari bahasa Arab al-‘aqd yang secara etimologi berarti perikatan,perjanjian, dan permufaqatan (al-ittifaq).Sedangkan secara terminology fiqh, akad didefinisikan : Semua perikatan (transaksi) yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih, tidak boleh menyimpang dan harus sejalan dengan kehendak syari’at. Tidak boleh ada kesepakatan untuk menipu orang lain, transaksi barang-barang yang diharamkan dan kesepakatan untuk membunuh seseorang.
           Menurut Musthafa Azzarka, dalam pandangan syara’ suatu akad merupakan ikatan secara hukum yang dilakukan oleh dua atau beberapa pihak yang sama-sama berkeinginan untuk mengikatkan diri. Kehendak atau keinginan pihak-pihak yang mengikatkan diri itu sifatnya tersembunyi dalam hati. Karena itu, untuk menyatakan keinginan masing-masing diungkapkan dalam suatu pernyataan. Pernyataan itulah yang disebut dengan ijab dan qabul. Pelaku (pihak) pertama disebut mujib dan pelaku (pihak) kedua disebut qaabi
        Dari berbagai pengertian yang ada diatas maka dapat disimpulkan bahwa akad adalah suatu kesepakatan atau perjanjian yang dilakukan oleh dua orang dengan kemauan sendiri yang ditandai adanya ijab dan qabul, sehingga mengikat kepada keduanya.

B. SEBAB-SEBAB KEPEMILIKAN DAN HIKMAHNYA
1. Sebab-sebab Kepemilikan
Harta benda atau barang dan jasa dalam Islam harus jelas status kepemilikannya, karena dalam kepemilikan itu terdapat hak-hak dan kewajiban terhadap barang atau jasa, misalnya dalam waktu tertentu. Kejelasan status kepemilikan dapat dilihat melalui sebab-sebab berikut:
a. Disebabkan ihrasul mubahat (memiliki benda yang boleh dimiliki)
Barang atau benda tidaklah benda yang menjadi hak orang lain dan tidak ada larangan hukum agama untuk diambil sebagai milik. Misal: ikan disungai, ikan dilaut, hewan buruan, burung-burung dialam bebas air hujan dan lain-lainnya.
b. Disebabkan Al uqud , barang yang dimiliki karena melalui akad.
Misal: lewat jual beli, sewa-menyewa, pemberian dan lainnya.
c. Disebabkan khalafiyah, barang atau benda yang dimiliki karena berupa warisan. Misal: mendapat bagian harta dari orang tua, mendapat barang dari ahli waris dan lain-lainya.
d. Disebabkan tawallud min mamluk (baranak pinak) yaitu tidak bisa diganggu siapapun. Misal: telur dari ayam yang dimiliki, anak sapi dari sapi yang dimiliki, dan lainnya. 
2. Hikmah kepemilikan
a. Manusia tidak boleh sembarangan memiliki harta, tanpa mengetahui aturan-aturan yang berlaku yang telah disyariatkan islam 
b. Manusia akan mempunyai prinsip bahwa mencari harta itu harus dengan cara-cara yang baik, benar, dan halal.
c. Memiliki harta bukan hak mutlak bagi manusia, tetapi merupakan suatu amanah ( titipan ) dari Allah S.w.t . Yang harus digunakan dan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan hidup manusia dan disalurkan dijalan Allah untuk memperoleh rida-Nya.
d. Menjaga diri untuk yang dihar tidak terjerumus kepada hal-hal yang diharamkan oleh syara’ dalam memiliki harta.
e. Manusia akan hidup tenang dan tentram apabila dalam mencari dan memiliki harta itu dilakukan dengan cara-cara yang baik, benar, dan halal kemudian digunakan dan dimanfaatkan sesuai dengan panduan (aturan-aturan) Allah S.w.t .

C. RUKUN DAN SYARAT-SYARAT AKAD
1. Rukun-Rukun Akad
a. ‘Aqid ialah orang yang berakad, terkadang terdiri dari satu orang atau beberapa orang, misalnya penjual dan pembeli beras di pasar biasanya masing-masing pihak satu orang. Seseorang yang berakad terkadang orang yang memiliki hak (‘Aqid Ashli) dan terkadang merupakan wakil dari yang memiliki hak. 
b. Ma’qud ‘Alaih ialah benda-benda yang diakadkan, seperti benda-benda yang dijual dalam akad jual beli, dalam akad hibah (pemberian), dalam akad gadai. 
c. Maudhu’ al’ aqd ialah tujuan atau maksud pokok mengadakan akad. Berbeda akad, maka berbedalah tujuan pokok akad. Dalam akad jual beli tujuan pokoknya adalah memindahkan barang dari penjual kepada pembeli dengan diberi ganti. 
d. Sighot al’aqd ialah ijab dan qabul, ijab ialah permulaan penjelasan yang keluar dari salah seorang yang berakad sebagai gambaran kehendaknya dalam mengatakan akad, sedangakan qabul ialah perkataan yang keluar dari  pihak berakad pula yang diucapkan setelah adanya ijab.

D. SYARAT-SYARAT AKAD
Setiap akad mempunyai syarat yang ditentukan syara’ yang wajib disempurnakan .  Syarat-syarat terjadinya akad ada 2 macam :
a. Syarat-syarat yang bersifat umum, yaitu syarat-syarat yang wajib sempurna wujudnya dalam berbagai akad. Syarat umum yang harus dipenuhi dalam berbagai macam akad sebagai berikut :
1. Kedua orang yang melakukan akad cakap bertindak (ahli).
2. Yang dijadikan objek akad dapat menerima hukumnya. 
3. Akad itu diizinkan oleh syara’, dilakukan oleh orang yang mempunyai hak melakukannya, walaupun ‘aqid yang memiliki barang.
4. Janganlah akad itu akad yang dilarang oleh syara’ seperti jual beli mulasamah (saling merasakan) 
5. Akad dapat memberikan faedah, sehingga tidaklah sah bila rahn (gadai) dianggap sebagai imbangan amanah (kepercayaan).
6. Ijab itu berjalan terus, tidak dicabut sebelum terjadi qabul.
7. Ijab dan qabul mesti bersambung,sehingga bila seseorang yang berijab telah berpisah sebelum adanya qabul,maka ijab tersebut menjadi batal 
b. Syarat yang bersifat khusus,yaitu syarat-syarat yang wujudnya wajib ada dalam sebagian akad. Syarat khusus ini dapat juga disebut syarat idhafi (tambahan) yang harus ada disamping syarat-syarat yang umum, seperti syarat adanya saksi dalam pernikahan.

E. MACAM-MACAM DAN HIKMAH AKAD
1. Macam-macam akad 
Para ulama fiqh mengemukakan bahwa akad itu dapat dibagi dilihat dari segi keabsahannya menurut syara’,akad terbagi 2 yaitu :
a. Akad sahih, ialah akad yang telah memenuhi rukun-rukun dan syarat-syaratnya. Hukum dari akad sahih ini adalah berlakunya seluruh akibat hukum yang ditimbulkan akad itu dan mengikat kepada pihak-pihak yang berakad. Akad sahih ini dibagi lagi oleh ulama hanafiyah dan malikiyah menjadi 2 macam yaitu :
1) Akad yang nafiz (sempurna untuk dilaksanakan ),ialah akad yang dilangsungkan dengan memenuhi rukun dan syaratnya dan tidak ada penghalang untuk melakasanakannya .
2) Akad mauquf, ialah akad yang dilakukan oleh seseorang yang cakap bertindak hukum, tetapi ia tidak memiliki kekuasaan untuk melangsunbgkan dan melaksanakan akad ini, seperti akad yang dilangsungkan oleh anak kecil yang telah mumayyiz. 
Jika dilihat dari sisi mengikat atau tidaknya jual beli yang sahih itu,para ulama fiqh membaginya kepada dua macam, yaitu :
1) Akad yang bersifat mengikat bagi pihak-pihak yang berakad, sehingga salah satu pihak tidak boleh membatalkan akad itu tanpa seizin pihak lain, seperti akad jual beli dan sewa-menyewa 
2) Akad yang tidak bersifat mengikat bagi pihak-pihak yang berakad,seperti dalam akad al-waqalah (perwakilan),al-‘ariyah (pinjam-meminjam), dan al-wadhi’ah (barang titipan).
Akad yang mengikat bagi pihak-pihak yang melangsungkan akad itu dibagi lagi oleh para ulama fiqh menjadi tiga macam,yaitu :
1) Akad yang mengikat dan tidak dapat dibatalkan sama sekali. Akad perkawinan termasuk akad yang tidak boleh dibatalkan,kecuali dengan cara-cara yang dibolehkan syara’,seperti melalui talak dan al-khulu’ (tuntutan cerai yang diajukan istri kepada suaminya dengan kesediaan pihak istri untuk membayar ganti rugi ).
2) Akad yang mengikat,tetapi dapat dibatalkan atas kehendak kedua-belah pihak seperti akad jual beli,sewa-menyewa,perdamaian,Al-muzara’ah, (kerja sama dalam pertanian),dan al-musaqah (kerja sama dalam perkebunan).
3) Akad yang hanya mengikat salah satu pihak yang berakad,seperti akad al-rahn dan al-kafalah .

b. Akad yang tidak sahih,yaitu akad yang terdapat kekurangan pada rukun atau syarat-syaratnya,sehingga seluruh akibat hukum akad itu tidak berlaku dan tidak mengikat pihak-pihak yang berakad. Kemudian, ulama hanafiyah membagi akad yang tidak sahih ini kepada dua macam, yaitu akad yang batil dan fasid.  
        Suatu akad dikatakan  batil apabila akad itu tidak memenuhi salah satu rukunnya atau ada larangan langsung dari syara’. Misalnya objek jual beli itu tidak jelas. Atau terdapat unsur tipuan seperti menjual ikan dalam lautan, atau salah satu pihak yang berakad tidak cakap bertindak hukum. Adapun akad fasid menurut merekaa merupakan suatu akad yang opada dasar nya disyariatkan, akan tetapi sifat yang diakadkan itu tidak jelas. Misalnya, menjual rumah atau kendaraan yang tidak ditunjukkan tipe, jenis, dan bentuk rumah yang dijual, atau tidak disebutkan brand kendaraan yang tidak dijual, sehingga menimbulkan perselisihan antara penjual dan pembeli.

        Akan tetapi, jumhur ulama fiqhi menyatakan bahwa akad yang batil dan fasid mengandung esensi yang sama, yaitu tidak sah dan akad itu tidak mengakibatkan hukum apapun. 
Ditinjau dari segi penamaannya, para ulama fiqhi membagi akad kepada dua macam yaitu: 
1) Al-Uqud al musammah, yaitu akad yang ditentukan namanya oleh syara’ serta dijelaskan hukumnya, seperti jual beli, sewa menyewa, perserikatan, hibah, al-wakalah, wakaf, al-hiwalah, al-ji’alah, wasiat, dan perkawinan. 
2) Al-Uqud ghairul musammah, ialah akad-akad yang penamaanya dilakukan oleh masyarakat sesuai dengan keperluan mereka disepanjang zaman dan tempat, seprti al-istishna, dan ba’I al-wafa.
2. Hikmah akad
Diadakannya akad dalam muamalah antar sesame manusia tentu mempunyai hikmah, antara lain:
1) Adanya ikatan yang kuat antara dua orang atau lebih di dalam bertransaksi atau memiliki sesuatu.
2) Tidak dapat sembarangan dalam membatalkan suatu ikatan perjanjian, karena telah diatur secara syar’i.
3) Akad merupakan “paying hukum” di dalam kepemilikan sesuatu, sehingga pihak lain tidak dapat menggugat atau memilikinya.
4) Munculnya pertanggung jawaban moral dan materi
5) Timbulnya rasa ketentraman dan kepuasan dari kedua belah pihak.
6) Terhindarnya perselisihan dari kedua belah pihak.
7) Terhindar dari pemilikan harta secara tidak sah.
8) Status kepemilikan terhadap harta menjadi jelas. 
3. Berakhirnya Akad 
Para ulama fikih menyatakan bahwa suatu akad dapat berakhir apabila:
1. Berakhirnya masa berlaku akad itu, apabila akad itu mempunyai tenggang waktu.
2. Dibatalkan oleh pihak-pihak yang berakad, apabila akad itu sifatnya tidak mengikat.
3. Dalam akad yang bersifat mengikat, suatu akad dapat dianggap berakhir jika:
a. Jual beli itu fasad, seperti terdapat unsure-unsur tipuan salah satu rukun atau syaratnya tidak terpenuhi.
b. Berlakunya khiar syarat, aib, atau rukyat.
c. Akad itu tidak dilaksanakan oleh salah satu pihak.
d. Tercapainya tujuan akad itu sampai sempurna.
4. Salah satu pihak yang berakad meninggal dunia. Dalam hubungan ini para ulama fikih menyatakan bahwa tidak semua akad otomatis berakhir dengan wafatnya salah satu pihak yang melaksanakan akad. Akad yang berakhir dengan wafatnya salah satu pihak yang melaksanakan akad, diantaranya akad sewa-menyewa, al-rahn, al-kafalah, al-syrkah, al-wakalah, dan al-muzaraah. Akad juga akan berakhir dalam ba’I al-fudhul (suatu bentuk jual-beli yang keabsahan akadnya tergantung pada persetujuan orang lain) apabila tidak mendapat persetujuan dari pemilik modal.
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Berdasarkan materi diatas,adapun kesimpulannya yaitu :
1. Hak al milk adalah hak yang memberikan kepada pemiliknya hak wilayah. Artinya dia boleh memiliki, boleh memakai, boleh mengambil manfaat, boleh menghabiskan, boleh membinasakan asal tidak menimbulkan bahaya bagi orang lain. Sedangkan akad adalah suatu kesepakatan atau perjanjian yang dilakukan oleh dua orang dengan kemauan sendiri yang ditandai adanya ijab dan qabul, sehingga mengikat kepada keduanya.
2. kepemilikan dapat dilihat melalui sebab-sebab berikut:
a. Disebabkan ihrasul mubahat (memiliki benda yang boleh dimiliki)
b. Disebabkan Al uqud , barang yang dimiliki karena melalui akad. 
c. Disebabkan khalafiyah, barang atau benda yang dimiliki karena berupa warisan.
d. Disebabkan tawallud min mamluk (baranak pinak) yaitu tidak bisa diganggu siapapun.
3. Rukun akad yaitu: ‘Aqid, Ma’qud ‘Alaih, Maudhu’ al’ aqd, Sighot al’aqd.  Adapun syarat akad yaitu: Syarat-syarat yang bersifat umum, yaitu syarat-syarat yang wajib sempurna wujudnya dalam berbagai akad. Dan Syarat yang bersifat khusus,yaitu syarat-syarat yang wujudnya wajib ada dalam sebagian akad.
4. Macam-macam akad terbagi menjadi 2 ialah: Akad sahih, ialah akad yang telah memenuhi rukun-rukun dan syarat-syaratnya. Dan Akad yang tidak sahih,yaitu akad yang terdapat kekurangan pada rukun atau syarat-syaratnya. Adapun hikmah akad ialah:
a. Adanya ikatan yang kuat antara dua orang atau lebih di dalam bertransaksi atau memiliki sesuatu.
b. Tidak dapat sembarangan dalam membatalkan suatu ikatan perjanjian, karena telah diatur secara syar’i.
c. Akad merupakan “paying hukum” di dalam kepemilikan sesuatu, sehingga pihak lain tidak dapat menggugat atau memilikinya.
d. Munculnya pertanggung jawaban moral dan materi
e. Timbulnya rasa ketentraman dan kepuasan dari kedua belah pihak.
f. Terhindarnya perselisihan dari kedua belah pihak.
g. Terhindar dari pemilikan harta secara tidak sah.
h. tatus kepemilikan terhadap harta menjadi jelas. 
5. Berakhirnya Akad 
Para ulama fikih menyatakan bahwa suatu akad dapat berakhir apabila:apabila akad itu mempunyai tenggang waktu, dibatalkan oleh pihak-pihak yang berakad,  akad itu sifatnya tidak mengikat, Salah satu pihak yang berakad meninggal dunia 

B. SARAN
Demikianlah Makalah Yang Dapat Kami Buat Kami Menyadari Bahwa Dalam Pembuatan Makalah Ini Masih Banyak Kesalahan Dan Kekurangan, Kritik Dan Saran Sangat Kami Harapkan Demi KesempurnaanMakalahIni Dan  MakalahBerikutnya Dan Besar Pula Harapan Kami Semoga Makalah Ini Bermanfaat Bagi Para Pembaca Dan Kita Semua Amin.

DAFTAR PUSTAKA

Ghazali, abdulrahmandkk. 2018. FiqhimuamalatJakarta :Prenadamadia Group
https://amrikhan.Wordpress.com/2012/07/30/hak-milik-dan-akad-2/diakses 16 mei 2019

0 Response to "Makalah Hak Milik dan Akad"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel