MAKALAH PETA POLITIK DAN PERADABAN PRA ISLAM
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Mempelajari sejarah peradaban islam kurang lengkap jika tidak
disertakan mempelajari sejarah kehidupan manusia di Jazirah Arab (semenanjung
arab) sebelum datangnya islam. Karena islam pertama muncul di Arab dan kitabnya
berbahasa Arab (Suku Quraisy). Kendati sangat minim didapatkan informasi
tentang sejarah kehidupan manusia di daerah tersebut dalam kurun waktu antara
400-571 an Masehi. Situasi yang penuh dengan kegelapan dan kebodohan tersebut,
mengakibatkan mereka sesaat jalan, tidak menemukan nilai-nilai kemanusiaan,
membunuh anak dengan dalih kemuliaan, memusnahkan kekayaan dengan perjudian,
membangkitkan peperangan dengan alasan harga diri dan kepahlawanan. Suasana
semacam ini terus berlangsung hingga datang Islam di tengah-tengah mereka.
Untuk lebih jelasnya
makalah ini akan dibahas tentang keadaan geografis, kondisi agama, sosial
budaya, politik dan ekonomi Bangsa Arab pra Islam.
1.2
Rumusan Masalah
Adapun perumusan masalah dari masalah yang dapat dipilih, maka
penulis merumuskan masalah dalam benutk pertanyaan.
1.
Jelaskan
kondisi geografi dan demografi jazirah arab!
2.
Bagaimana
kondisi sosial politik pada masa peradaban pra islam?
3.
Bagaimana
kondisi sosial ekonomi pada masa peradaban pra islam?
4.
Bagaimana
kondisi sosial budaya pada masa peradaban pra islam?
5.
Bagaimana
kondisi sosial moral, kepercayaan dan agama pada masa peradaban pra islam?
1.3
Tujuan Penulisan
Makalah ini berisi beberapa tujuan yang menerangkan arah penyusunan
makalah ini. Serta memperoleh hasil yangt maksimal yang mengacu pada rumusan
masalah. Secara terperinci adalah sebagai berikut:
1.
Untuk
mengetahui kondisi georafi dan demografi jazirah arab.
2.
Untuk
mengetahui kondisi sosial politik pada masa peradaban pra islam.
3.
Untuk
mengetahui kondisi sosial ekonomi pada masa peradaban pra islam.
4.
Untuk
mengetahui kondisi sosial budaya pada masa peradaban pra islam.
5.
Untuk
mengetahui kondisi moral, kepercayaan dan agama pada masa peradaban pra islam.
PEMBAHASAN
2.1
Geografi dan Demografi Jazirah Arab
·
Posisi Bangsa Arab
Kata Arab menggambarkan perihal
padang pasir (sahara), tanah gundul dan
gersang yang tidak air dan tanaman padinya adanya. Sejak perode-periode
terdahulu, lapaz “Arab” ini ditujukan kepada jazirah arab, sebagaimana iya juga
ditujukan kepada suatut kaum yang menempati tanah tersebut, lalu mereka
menjadikannya sebagai tanah air mereka.
Jazirah arab dari arah barat
berbatasan dengan Laut Merah dan semenanjung gurun Sinai; dari arah timur
berbatasan dengan Teluk Arab dan bagian besar dari negeri Irak bagian selatan:
dari arah selatan berbatasan dengan Laut Arab yang merupakan perpanjangan dari
laut Hindia dan dari arah berbatasan dengan wilayah Syam dan sebagian dari
negeri Irak, terlepas dari adanya perbedaan dalam penentuan batasan ini.
Luasnya diperkirakan anatara 1.000.000 mil persegi hingga 1.300.000 mil
persegi.
Jazirah arab memiliki
peran yang amat menentukan karena letak alami dan geografisnya. Sedangkan
dilihat dari kondisi internalnya, jazirah arab hanya dikelilingi padang sahara
dan burung pasir dari seluruh sisinya. Karena kondisi seperti inilah, jazirah
arab menjadi benteng yang kokoh, yang seakan tidak memperkenankan kekuatan
asing untuk menjajah, mencengkramkan pengaruh serta wibawah mereka. Oleh karena
itu, kita bias melihat penduduk jazirah arab hidup bebas dalam segala urusan
semenjak zaman dahulu. Padahal mereka bertetangga dengan dua inperium raksasa
saat itu dan mungkin tidak dapat menghadang serangan-serangan mereka andaikan
tidak ada benteng pertahanan yang kokoh tersebut.
Sedangkan hubungannya
dengan dunia luar, jazirah arab terletak diantara benua-benua yang sudah
dikenal dalam dunia lama dan menyambung dengannya pada tapal batas daratan dan
lautan. Sisi barat lautnya merupakan pintu masuk kebenua afrika., arah timur
laut merupakan kunci masuk menuju benua eropa dan arah timurnya merupakan pintu
masuk bangsa-bangsa menuju eropa asia tengah dan timur jauh, terus mencapai ke
india dan china. Demikian pula, setiap lautnya bertemu dengan jazirah arab,
setiap kapal dan bahtera laut yang berlayar tentu akan bersandar di
angkalannya.
Karena letak geografisnya
seperti itu pula, hingga arah utara dn selatan jazirah arab menjadi tempat
berlabu bagi berbagai suku bangsa dan pusat pertukaran niaga, peradaban, agam
dan seni.
·
Kaum-kaum Arab
Para sejarawan membagi
kaum-kaum Arab berdasarkan garis keturunan asal mereka menjadi tiga bagian,
yaitu:
1.
Arab Ba’idah, yaitu kaum-kaum Arab kuno yang sudah punah dan tidak
mungkin melacak rincian yang cukup tentang sejarah mereka, seperti Ad, Tsamud,
Thasm, Judais, Imlaq (bangsa Raksasa) dan lain-lainnya.
2.
Arab Aribah, yaitu kaum-kaum Arab
yang berasal dari garis keturunan Ya’rib bin Yasyjub bin Qahthan, atau disebut
pula Arab Qahthaniyah.
3.
Arab Musta’ribah, yaitu kaum-kaum
Arab yang berasal dari garis ketutrunan ismail, yang disebut pula Arab
Adnaniyah.
Tempat kelahiran Arab Aribah (kaum
Qahthan) adalah negerilah (marga), yang terkenal darinya ada dua kabilah,
yaitu:
A. Himyar;
anak kabilahnya yang paling terkenal adalah Za’id al-Jumhur, Qudha’ah dan
Sakasik.
B. Kahlan;
anak kabilahnya yang paling terkenal adalah Hamadan, Anmar, Thayyi’, Madzhaj,
Kindah, Lakham, Judzam, Azd, Aus, Khazraj dan anak cucu dari Jafnah yang
merupakan para raja di Syam seta lain-lainnya.
Anak-anak kabilah (marga) Kahlan banyak
yang pergi meninggalkan Yaman, lalu menyebar ke berbagai penjuru Jazirah. Ada
yang mengatakan bahwa kepergian mereka terjadi menjelang banjir besar saat
mereka mengalami kegagalan dalam perdagangan akibat tekanan dari Bangss Romawi
dan dikuasinya jalur perdangan laut oleh mereka, dilumpuhkannya jalur darat
serta kerberhasilan mereka meguasai Mesir dan Syam, (dalam riwayat lain)
dikatakan, bahwa kepergian mereka setelah terjadinya banjir besar tersebut.
Merupakan hal yang tidak dapat disangkal,
bahwa -di samping apa yang telah disebutkan diatas- telah terjadi persaingan
anatara marga-marga Kahlan dan marga-marga Himyar, yang berujung pada
hengkangnya marga-marga Kahlan.Hal ini terbukti bahwa marga-marga Himyar tetap
eksis di sana, sedangkan marga-marga Kahlan hengkang dari sana.
Marga-marg Kahlan yang (meninggalkan
Yaman) bisa dibagi menjadi empat golongan:
1. Azd;
mereka meninggalkan Yaman setelah mengikuti pendapat pemuka dan sesepuh mereka,
Imran bin Amr Muzaiqiya’. Mereka berpindah-pindah di negeri Yaman dan mengirim
para pemandu, lalu menempuh arah utara dan timur. Berikut rincian tempat-tempat
yang terakhir pernah mereka tinggali setelah perjalanan mereka tersebut.
Tsa’labah
bin Amr dari al-Azd pindah menuju Hijaz, lalu menetap di anatara (tempat yang
bernama) Tsa’labiyah dan Dzi Qar. Setelah anaknya dewasa dan kekuasaanyya
menguat, dia beranjak menuju Madinah, menetap bertempat tinggal di sana. Di
anatara anak keturunan Tsa’labah ini adalah Aus dan Khazraj, yaitu dua orang
anak dari Haritsah bin Tsa’labah.
Di
anatara keturanan mereka tersebut ada yang berpindah dan menetap di kawasan
Hijaz, yaitu Haritsah bin Amr (dialah khuza’ah) dan anak keturunannya, hingga
kemudian singgah di Marrazh-Zhahran, lalu menguasai tanah suci dan mendiami
Makkah serta mengekstradisi penduduk aslinya, suku-suku Jurhum.
Sedangkan
Imran bin Amr singgah di Omman lalu menetap disana bersama anak-anak keturunan
nya, yaitu Azd Omman. Kabilah-kabilah lainnya, yaitu kabilah-kabilah Nazhr bin
al-Azd menetap di Tuhamah. Mereka ini lebih dikenal dengan nama Azd Syannuah.
2. Jafnah
bin Amr berangkat menuju ke wilayah Syam dammenetap di sana bersama anak
keturunannya. Dialah bapak para raja al-Ghassasinah. Kata ‘al-Ghassasinah’
tersebut merupakan sumber air Hijaz yang dikenal dengan nama Ghassan. Sebelum
pindah ke wilayah Syam, mereka ini pernah singgah di sana terlebih dahulu.
3. Lakhm
dan Judzam; mereka pindah ke bagian timur dan utara. Di kalangan lakhm ini
terdapat seorang yang bernama Nashr bin Rabi’ah. Dia adalah bapak raja-raja
al-Manadzirah di Hirah.
4. Bani Thayyi’, Setelah perjalanan yang dilakukan
oleh Azd, mereka pindah kea rah utara hinggah singgah di kawah dua bukit; Aja
dan Salma, dan akhirnya tinggal disana sehingga kedua gununf tersebut itu
kemudian dikenal dengan nama dua gunung Thayyi’.
5. Kindah;
Mereka singgah di Bahrain, kemudian mereka trerpaksa meninggalakannya dan
singah di Hadhramaut. Agak nya, mereka mengalami cobaan yang sama seperti
ketika berada di Bahrain. Mereka kemudian mampir di Najd. Di sana, mereka
membentuk pemeritahan besar dan diperhitungkan namun pemerintahan itu demikian
cepat tumbang tanpa meninggalkan bekas sedikit pun. ada lagi satu kabilah darti
suku Himyar yaiu Qudha’ah , terlepas dari masih diperselisihkan penisbatannya
kepada Himyar, yang meninggalkan Yaman dan bermukim di daerah pedalaman as-Samawah
yang terletak di pinggiran Irak.
Adapun Arab Musta’ribah, nenek
moyang mereka yang tertua adalah Ibrahim, yang berasal dari negeri Irak dari
sebuah kota yang disebut ‘Air. Kota ini terletak di tepi barat sungai Eufrat,
berdekatan dengan Kufah. Penggalian-penggalian-penggalian dan pengeboran yang
telah dilakukan kota ini dan keluarga besar Nabi Ibrahim serta kondisi
religious dan social yang ada di negeri itu.
Sebagaimana diketahui, Ibrahim telah
berhijrah drai sana menuju Haran atau Hirran, setelah itu menuju ke Palestina
yang kemudian beliau jadikan sebagai markas dakwah beliau. Beliau banya
melakukan perjalanan ke pelosok negeri ini dan selainnya. Beliau pernah sekali
mengunungi Mesir. Fir’aun (sebutan bagi penguasa Mesir atau sering disebut
Ramses, pent) kata itu berupaya untuk memperdaya dan berniat buruk terhadap
istri beliau, Sarah. Namun Allah membalas tipu dayanya dan menjadikannya
senjata makan tuan. Maka, tersadarlah Fir’aun betapa kedekatannya hubungan Sarah
dengan Allah hingga akhirnya ia jadikan anaknya, hajar, sebagai abdi Sarah.
Hal ini dia lakukan sebagai ungkapan
pengakuannya terhadao keutamaan Sarah, kemudian di (hajar) dikawinkan oleh
Sarah dengan Ibrahim. Ibrahim kembali ke palestina sementara dari hasil
pernikahan barunya dengan Hajar tersebut Allah menganugerahinya anak bernama
ismail. Sarah terbakar api cemburu karenanya sehingga memaksa Ibrahim untuk
mengasingkan Hajar dan putranya yang masih kecil, Ismail. Maka beliau membawa
keduanya di Hijaz dan menempatkan mereka berdua di suatu lembah yang gersang dan tandus di sisi Baitul Haram,
yang saat itu hanyalah tanah tinggi berupa gundukan-gundukan yang bilamana air
bah datang, ia akan mengalir di sisi kanan dan sisi kirinya. Beliau lalu
menempatkan mereka berdua di dalam tenda, di atas mata air Zamzam, bagian atas
mesjid. Pada saat itu tak ada seorang pun yang tinggal di Makkah dn tidak ada
pula mata air.
Beliau meletekkan di dekat mereka berdua kantong kulit
yang berisi kurma, dan wadah air. Setelah itu beliau kembali lagi ke palestina.
Berselang beberapa hari kemudian, bekal dan air pun habis, semetara di tempat
itu tidak ada mata air yang mengalir. Ketika itulah, tiba-tiba mata air zamzam
memancar berkat karunia Allah, sehingga bisa menjadi sumber penghidupan bagi
mereka berdua hingga batas waktu tertentu. Kisah mengenai hal ini sudah banyak
di ketahui secara lengkap.[1]
Suatu kabilah dari Yaman, yaitu Jurhum
kedua, datang setelah itu dan bermukim di Makkah atas izin dari ibu Ismail. Ad
yang mengatakan, mereka sebenarnya berad di lembah-lembah di pinggir kota
Makkah. Sedangkan riwayat al-Bukhari telah menegaskan bahwa mereka singgah
Makkah setelah kedatangan Ismail, yakni sebelum Ismail menginjak remaja. Juga
dikatakan, bahwa mereka sudah bisa melewati lembah ini (Makkah) sebelum itu.[2]
Dari waktu ke waktu Ibrahim sealu
mengadakan perjalanan untuk mengetahui keadaan keluarga yang ditinggalkannya.
Dalam hal ini tidak diketahui berapa kali perjalanan tersebut terjadi, namun
beberapa referensi sejarah yang dapat dipercaya, hanya mencatat empat saja dari
perjalanan tersebut. Allah telah menyebutkan di dalam al-Qur’an, bahwa Dia
telah memperlihatkan kepada Ibrahim dalam mimpinya seolah-olah dia menyembelih
anaknya, Ismail. Maka beliau langsung melaksanakan perintah ini sebagaimana
dalam Firman-Nya,
(Ash-Shaffat: 103-107)
Disebutkan di dalam perjanjian lama kitab
kejadian, bahwa umur Ismail lebih tua tiga belas tahun dari Ishaq. Alur cerita
ini mendukung statement bahwa peristiwa itu terjadi sebelum kelahiran Ishaq,
sebab kabar gembira tentang kelahiran Ishaq disampaikan setelah mengupas
keselurhan kisah ini.
Minimal, kisa ini mengandung satu kali
perjalanan sebelum Ismail menginjak remaja. Sedangkan tiga kisah lainnya telah
diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari secara panjang lebar dari Ibnu Abbas secara
Marfu’. Ringkasnya, ketika Imail menginjak remaja dan telah belajar bahasa
Arab dari kabilah jurhum serta membuat mereka tertarik kepadanya, mereka
kemudian mengawinkankinya dengan salah seorang wanita dari suku mereka. Setelah
itu ibu Ismail pun meninggal dunia. Suatu saat, muncul keinginan Ibrahim untuk
menengok keluarga yang dirtinggalkanya dan datanglah ia setelah pernikahan
tersebut, namun beliau tidak menjumpai Ismail, lalu bertanya kepadan istrinya
perihal suaminya, Ismail, dan kondisi mereka berdua. Istri Ismail mengeluhkan
kehidupan mereka yang serba sulit. Ibrahim menitip pesan kepadanya untuk
mengatakan kepada Ismail supaya mengganti palang pintu rumahnya. Setelah
diberitahu, Ismail mengerti maksud pesan ayahnya. Dia pun menceraikan isrinya
dan menikah lagi dengan wanita lain, yaitu putri Madhdhadh bin Amr, sesepuh dan
pemuka kabilahJurhum menurut pendapat kebanyakan sejarawan.
Ibrahim datang lagi setelah perkawinan
Ismail yang kedua ini, namun tidak bertemu dengannya. Akhirnya beliau kembali
ke palestina setelah menanakan kepada istri Ismail perihal suaminya dan kondisi
mereka berdua, istrinya memuji kepada Allah (atas apa yang dianugerahkan kepada
mereka berdua). Karenanya Ibrahim menitip pesan agar ismail membiarkan palang
pintu rumahnya. Ibrahim datang lagi untuk ketiga kalinya dan berhasil bertemu
dengan Ismail, yang saat itu sedang meraut anak panahnya di bawah tenda besar
di dekat zamzam. Tatkala melihat kehadiran ayahnya, Ismail segera menyongsongnya
da keduanya pun saling melepas rindu. Pertemuan ini terjadi setelah masa yang
sekian lama di mana amat jarang ada seorang ayah yang penuh rasa kasih sayang
dan lemah lembut dapat bersbar untuk tidak berdua dengan anaknya, begitu
pulalah sikap yang ditampakkan oleh Ismail, seorang anak yang berbakti dan
shalih. Pada pertemuan kali ini, mereka berdua membangun Ka’bah dan meninggikan
pondasinya. Kemudian Ibrahim pun mengumumkan kepada Khalayak manusia agar
melakukan haji sebagimana yang diperintahkan oleh Allah kepadanya.
Dari perkawinannya dengan puti Madhdhadh,
Ismail dikaruniai oleh Allah sebanyak dua belas orang anak yang semuanya
laki-laki yaitu: Nabit atau Nabayuth, Qaidar, Adba’il, Mibsyam, Misyma’, Duma,
Misya, Hidad, Yutma, Yathur, Nafis dan Qaidaman. Dari mereka inilah kemudian
berkembang menjadi dua belas kabilah, yang semuanya menetap di Makkah untuk
beberapa lama. Mata pencaharian pokok mereka adalah berdagang dari negeri Yaman
ke negeri Syam dan Mesir. Selanjutnya, kabilah-kabilah ini menyebar ke berbagai
penjuru Jazirah, dan bahkan hingga keluar Jazirah. Kemudian secara bertahap,
kondisi mereka seakan tenggelam dibawa zaman, kecuali anak cucu dari Nabit dan
Qaidar.
Perdaban kaum ‘al-Abath’ yaitu anak cucu
Nabit mengalami kemajuan pesat di bagian utara Hijaz. Mereka mampu membentuk
pemerintahan yang kuat dan dipatuhi oleh para penduduk daerah-daerahdi
pinggirannya, lalu menjadikan ‘Al-Bathra`’ sebagai ibu kotanya. Tak seorang pun
yang mampu melawan mereka hingga datanglah pasukan Romawi yang kemudian
berhasil menghancurkan mereka. Sekelompok peneliti lebih condong berpendapat
bahwa raja-raja dari keluarga besar Ghassan, termasuk juga kaum Anshar yang
terdiri dari suku Aus dan Khazraj bukan berasal dari rumpun keluarga besar
Qahthan, tetapi berasal dari rumpun keluarga besar Nabit bin Isnail dan
sisa-sisa keturunan mereka yang berada di kawasan tersebut. Imam al-Bukhari
lebih condong kepada pendapat tersebut, sedangkan Imam Ibnu Hajar lebih
menguatkan pendapat yang mengtakan bahwa suku Qathan berasal dari rumpun
keluarga besar Nabit.[i]
Adapun anak keturunan Qaidar bin Ismail
masih menetap di Makkah, beranak pinak di sana hingga lahirlah darinya Adnan
dan Anaknya, Ma’d. dari dialah orang-orang Arab Adnaniyah menisbatkan nasib
mereka. Adnan adalah kakek kedua puluh satu dalam silsilah keturunan Nabi.
Terdapat riwayat bahwa Nabi, jika menyebutkan nasabnya dan sampai kepada adnan,
maka beliau berhenti sampai di situ sambil bersabda, “Para ahli silsilah nasab
telah bedusta,” lalu beliau tidak melanjutkannya.[ii]
Segolongan ulama berpendapat bolehnya melanjutkan nasab yang disinggung di
atas. Menurut meraka, berdasarkan penelitian yang detaiol; sesungguhnya anatar
adnan dan Ibrahim terdapat empat puluh generasi.[iii]
Anak
suku Ma’ad, yaitu keturunan Nizar telah berpencar ke mana-mana (menurut suatu
pendapat, Ma’ad tidak memiliki anak selain Nizar). Nizar memiliki empat orang
anak, yang kemudian bercabang menjadi empat kabilah besar, yaitu Iyad, Anmar,
Rabi’ah dan Mudhar. Dua kabilah terakhir inilah yang paling banyak marga dan
sukunya. Sedangkan dari Rabi’ah lahir Asad binRabi’ah, Anzah, Abdul Qais, dua
putra Wa’il yaitu Bakr dan Taghlib, Hanifah dan lain-lainnya.
Sedanngkan
kabilah Mudhar bercabang menjadi dua kelompok besar, yaitu Qais Ailan bin
Mudhar dan marga-marga Ilyas bin Mudhar. Dari Qais Ailan muncul Bani Sulaim,
Bani Hawazin dan Bani Ghathafan. Kemudian dari Ghathafan muncul Abs, Dzubyan,
anak cucu Fihr bin Malik bin an-Nadzr bin kinanah.
Quraisy terbagi menjadi beberapa kabilah,
di anatara yang terkenal adalah Jumh, Sahn, Ady, Makhzum, Taim, Zuhrah dan
marga-marga Qushay bin Kilab, yaitu Abdud Dar bin Qushay, Asad bin Abdul Uzza
bin Qushay dan Abdu Manaf bin Qushay.
Sedangkan Abdu Manaf terdapat empat anak:
Abdu Syams, Naufal, al-Muththalib dan Hasyim inilah Allah pilih Muhammad bin
Abdullah Bin Abdul Muththalib bin
Hasyim Rasulullah pernah bersabda,
“Sesungguhnya
Allah telah memilih Ismail dari anak cucu Ibrahim, memilih Kinanah dari anak
cucu Ismail, memilih Quraisy dari anak cucu Bani Kinanah, memilih Bani Hasyim
dari keturunan Quraisy dan memilih dari keturunan Bani Hasyim”
Dari al-Abbas bin Abdul Muththalib, dia
berkata, “Rasulullah bersabda,
”Sesungguhnya
Allah telah menciptakan makhluk. Lalu Dia menjadikanku sebaik-baik golongan
mereka dan sebaik-baik dua golongan, kemudian memilih beberapa kabilah, lalu
menjadikanku bagian dari sebaik-baik kabilah, kemudian memilih beberapa
keluarga lalu menjadikanku bagian dari sebaik-baik keluarga mereka, maka aku
adalah sbeaik-baik jiwa di antara mereka dan sebaik-baik keluarga di antara
mereka’.”
Setelah
anak-anak Adnan beranak pinak, mereka berpencar di berbagai tenpat di penjuru
jazirah Arab, menjeajahi tempat-tempat yang banyak curah hujannya dan ditumbuhi
oleh perunputan.
Abdul
Qais dan marga-marga Bakr bin Wa’il serta marga-marga Tamim pindah ke Bahrain
dan menetap disana. Sedangkan Bani Hanifah bin Sha’b bin Ali bin Bakr bergerak
menuju Yamamah dan singgah di Hijr, ibukota Yamamah. Semua keluarga Bakr bin
Wa’il mendiami sepanjang tanah Jazirah, mulai dari Yamamah, Bahrain, Saif
Kazhimah hingga mencapai laut, kemudian pinggiran tanah bebas Irak, terus ke
al-Ablah hingga Haita.
Taghlib
menetapkan di Jazirah dekat kawasan Eufrat, di antaranya terdapat marga-marga
yang pernah menjadi tetangga (kabilah) Bakr sedangkan Bani Tamim menetap di
daerajh pedalaman Bashrah.
Bani
Sulaim menetap dekat Madinah, dari lembah (wqdai) ql-Qura hingga ke Khaibar,
teus ke bagian timur Madinah mencapai batas dua bukit hingga berakhir di
kawasan perbukitan Harrah.
Sementara
Tsaqif mnetap di Tha’if sedang Hawazin menetap di timur Makkah di pinggiran
Authas yaitu dalam perjalanan antara Makkah dan Bashrah.
Dan
Bani Asad berdomosili di sebelah timur Taima’ dan sebelah barat Kufah. Di
antara tempat domisili mereka dengan Taima’
adalah perkampungan Buthur dari suku Thayyi’. Sedangkan jarak anatar mereka
dengan Kufah sejauh perjalanan lima hari. Ada lagi suku Dzubyan yang bermukim
di dekat Taima’ menuju arah Hauran.
Di
Tihamah tersisa beberapa marga Kinnah, sedangkan di Makkah tinggal marga-marga
Quraisy. Mereka hidup bercera- berai
tanpa ada sesuatu yang menyatukan mereka, hingga muncul Qushay bijn Kilab.
Dialah yang pertama kali menyatukan mereka dan membentuk satu komunitas yang bisa
mengangkat kedudukan dan martabat mereka.
2.2
Kondisi Sosial Politik
·
KondisiPemerintahan
di SeluruhNegeri Arab
Pada dasarnya kondisi politik dikalangan
Bangsa Arab megalami perpecahan diantara mereka sendiri, dan kabilah-kabilah yang
berdekatan dengan Hirah tunduk kepada Raja Arab di Hirah, dan suku yang tinggal
di pedalaman Syam tunduk kepada Raja Ghassan. Hanya saja ketunduka nmereka ini bersifat
simbolis belaka dan tidak efektif. Sedangkan kabilah yang berada di daerah-daerah
pedalaman jazirah Arab mendapatkan kebebasan mutlak.
Sebenarnya, setiap kabilah tersebut memiliki
pemimpin yang diangkat oleh kabilahnya, begitu juga kabilah, mereka ibarat
pemerintah mini yang pilar politiknya adalah
kesatuan ras dan kepentingan yang saling menguntungkan dalam menjaga tanah air
secara bersama dan membendung serangan lawan.
Kedudukan pemimpin kabilah tersebut ditengah
kaumnya seperti kedudukan para raja. Artinya, setiap kabilah selalu tunduk kepada
pendapat pemimpinnya, baik dalam kondisi
damai ataupun perang dan tidak ada yang berani menyanggahnya. Para pemuka dan pemimpin
kabilah memiliki hak istimewa sehingga mereka bisa mengambil bagian dari harta rampasan
perang berupa bagian yang disebut mirba’, shafi, nasyithah atau fudhul. Dalam
menyiati tindakan ini, seorang penyair bersenandung:
Bagimu
bagian mirba’,shafi nasyithah, dan fudhul. Dalam kekuasaanmu terhadap kami yang
dimaksud dengan mirba adalah seperempat harta
rampasan; ash-shaffi adalah bagian yang diambil oleh pemimpin kabilah untuk dirinya
sendiri; an-Nasyithah adalah seseuatu yang didapat oleh pemimpin kabilah dijalan sebelum sampai
pada musuh, sedangkan al-Fudhul adalah bagian sisa dari harta rampasan yang
tidak boleh dibagikan kepada individu-individu para pejuang seperti keledai,
kudadan lain lain.
·
Kondisi Politiknya
Setelah kami menjelaskan tentang para penguasa
di negeri Arab, selanjutnya kami akan menjelaskan sedikit gambaran tentang kondisi
politik yang mereka alami. Tiga wilayah yang letaknya berdampingan dengan negeri
asing, kondisi politisnya sanagat lemah dan
merosot serta tidak ada perubahan menonjol. Mereka dikelompokkan kepada golongan
tuan-tuan dan para budak atau para penguasa dan rakyat. Para tuan-tuan, terutama bila mereka orang
asing, memiliki seluruh kambing sedangkan para budak sebaliknya, yaitu mereka semua
wajib membayar upeti. Dengan ungkapan lain yang lebih jelas, bahwa rakyat ibarat
sebuah sawah yang selalu mendatangkan penghasilan untuk di persembahkan kepada pemerintah
yang memanfaatkannya untuk bersenangsenang, melampiasakan hawa nafsu, keinginan-keinginan,
kelaliman dan upaya memusuhi orang. Sementara
nasib rakyat sendiri tidak karuan, hidup tidak menentu, kelaliman menimpa mereka
dari segala arah namun tak seorang pun diantara mereka yang mampu mengadu,
bahkan mereka diam tak beregerak terhadap tamparan, kelaliman dan bervariasi siksaan.
Dan yang berlaku pada masa itu adalah hukum tirani, sedangkan hak-hak asasi hilang
dan ternoda. Dan adapun kabilah-kabilah yang berdampingan dengan kawasan ini, adalah
orang orang yang tidak mempunyai pendirian tetap, yang dilempar kesana kemari oleh
hawa nafsu dan ambisi pribadi. Terkadang
mereka berpihak kepada penduduk Irak dan terkadang juga mereka berpihak kepada penduduk
Syam. Kodisi kabilah dalam Jazirah Arab tersebut benar-benar berantakan dan tercerai
berai, Dan yang dominan pada mereka adalah perseteruan etnis, perbedaan ras,
dan agama. Dan sampai-sampai seseorang dari mereka mengeluh dan melantunkan syair :
Akutak lain adalah seorang pelacak jalan, jika ia tersesat
Maka tersesatlah aku, dan jika sampai ketujua nmaka sampai pulalah aku
Dan mereka tidak memiliki lagi seorang
raja yang dapat menyokong independensi mereka, atau seorang tempat merujuk dan dipegang
pendapatnya dikala tertimpa kesusahan. Sedangkan kondisi pemerintah Hijaz sebaliknya,
seluruh mata orang Arab mengarah kepadanya dan memberikan penghormatan. Mereka menganggapnya sebagai pemimpin dan pelayan
sentral keagamaan. Realitasnya, memang pemrintahan tersebut merupakan akumulasi
anatar pintu urusan duniawi, sekaligus pemerintahan dan kepemimpinan keagamaan.
Dan ketika mereka mengadili persengketaan yang terjadi antar orang orang Arab,
pemerintahan tersebut bertindak mewakili kepemimpinan keagamaan dan ketika memberikan
putusan di lingkungan al Haram dan hal yang berkenaan dengannya, maka ia lakukan
sebagai pemerintah yang mengurusi kemaslahatan orang orang yang berkunjung ke Baitullah
dan masih menjalakan syariat Nabi Ibrahim. Pemerintahan juga, sebagaimana kami
siggung sebelumya, memiliki instansi-instansi dan format-format yang menyerupai
sistem parlemen, namun pemerintahan ini sangat lemah sehingga tidak mampu mengemban
tanggung jawabnya sebagaimana yang tampak saat mereka menyerang orang orang Habasyah
dulu.
2.3
Kondisi Sosial Ekonomi
Pada dasarnya cara dan gaya hidup bangsa
Arab Berniaga merupakan sarana terbesar mereka untuk meraih kebutuhan hidup, roda perniagaan tidak akan stabil kecuali bila
keamanan dan perdamaian merata. Akan tetapi hal itu semua lenyap dari Jazirah
Arab kecuali pada “al-Asyhurul Hurum” saja.
Dalam bulan inilah pasar-pasar Arab terkenal seperti Ukazh, Dzil Majaz, Majinah
dan lainnya beroperasi.
Sedangkan dalam kegiatan Industri,
mereka termasuk bangsa yang amat jauh untuk sampai kearah itu. Sebagaian besar hasil
perindustrian bangsa Arab hanyalah pada seni tenunan, sama kulit binatang dan lainnya.
Kegiatan ini pun hanya ada pada masyarakat Yaman, Hirah, dan pinggiran Negeri Syam.
Memang benar, dikawasan domestic jazirah terdapat semisal aktivitas bercocok tanam,
membajak sawah, dan beternak kambing, sapi serta unta. Semua kaum wanita bekerja
sebagai pemintal. Namun harta benda tersebut sewaktu-waktu dapat menjadi sasaran
peperangan. Kemiskinan, kelaparan serta kehidupan yang serba kekurangan menyelimuti
masyrakat.
Kondisi social
diatas berimbas kepada kondisi ekonomi. Hal ini di perjelas dengan melihat cara
dan gaya hidup bangsa Arab. Berniaga merupakan sarana terbesar mereka. Untuk
meraih kebutuhan hidup, roda perniagaan tidak akan stabil kecuali bila keamanan
dan perdamaian merata. Akan tetapi hal itu semua lenyap dari Jazirah Arab
kecuali pada “Al-Asyhurul H hurul”saja.
Dalam bulan-bulan inilah pasar-pasar Arab terkenal UKAZH, DZIL, MAJA, MAMAJINNA
dan lainnya beroperasi.
Sedangkan dalam kegiatan industry, mereka termasuk
bangsa yang amat jauh untuk sampai kearah itu. Sebagian besar hasil
perindustrian bangsa arab hanyalah kepada seni tenunan, sama kulit binatang dan
lainnya. Kegiatan inipun hanya ada ada pada masyarakat Yaman, Hira, dan
pinggiran negeri Syam. Memang benar, dikawasan domestik Jazirah terdapat
semisal aktifitas bercocok tanam, membajak sawah, dan beternak kambing, sapi
serta unta. Semua kaum wanita bekerja sebagai pemintal. Namun harta benda
tersebut sewaktu-waktu dapat menjadi sasaran peperangan. Kemiskinan, kelaparan,
serta kehidupan papah menyelimuti masyarakat.
2.4
Kondisi Sosial Budaya
Di kalangan bangsa
arab terdapat lapisan masyarakat yang beragamdengan kondisi berbeda-beda.
Hubungan seorang laki-laki dengan istrinya di lapisan kaum bangsawan demikian
mengalami kemajuan, seorang istri memiliki porsi yang sangat besar dalam
kebebasan berkehendak dan mengambil kebijakan. Wanita selalu di hormatoi dan di jaga, tidak jarang pedang
harus terhunus dan darah tertumpah karenanya. Seorang laki-laki yang ingin di
puji di mata orang arab karena dia memiliki kedudukan tinggi berupa kemurahan
tinggi dan keberanian, maka kebanyakan waktunya hanya dipergunakan untuk
berbicara dengan wanita. Seorang wanita dapat mengumpulkan suku-suku
kepentingan perdamaian, jika dia suku, namun juga dapat mengulut api peperangan
di antara mereka. Meskipun demikian, tanpa dapat di sangkal lagi bahwa seorang
laki-laki adalah kepala keluarga dan mengambil keputusan. Hubungan antara
laki-laki dan wanita melalui proses akad nikah adalah dibawah pengawasan para
wali wanita. Seorang wanita tidak memiliki hak untuk melakukan sesuatu tanpa
seizin mereka.
Demikian lah kondisi kaum bangsawan, sementara pada
lapisan masyarakat lainnya terdapat jenis lain dari percampuran bauran antara
laki-laki dan wanita. Tidak kami dapatkan ungkapan yang lebih tepat untuk hal
itu dari pada pelacuran, pergaulan bebas, pertumpahan darah, dan perbuatan
keji.
Imam Al-Bukhari
dan periwayat hadis lainnya meriwayatkan dari Aisyah bahwa pernikahan pada masa
jahiliyah terdiri dari 4 macam:
1.
Pertama,
pernikahan ala sekarang. Caranya, sesorang laki-laki datang kepada wali
laki-laki untuk melamar wanita d bawah perwaliannya atau anak perempuannya,
lalu dia menentukan maharnya kemudian menikahinya.
2.
Kedua,
seorang laki-laki berkata kepada istrinya mana kala ia sudah suci dari haid
nya, “pergilah pada sifulan dan bersenggamala dengannya,” kemudin setelah itu,
istrinya ini di asingkan dan tidak di sentuh selamanya hingga kelihatan tanda
kehamilannya dari laki-laki tersebut. Dan bila elah kelihatan tanda
kehamilannya, maka terserah suaminya, jika masih berselera kep-adanya maka dia
menggaulinya. Hal tersebut dilakukan hanyalah lantaran ingin mendapatkan
anakyang pintar. Pernikahan semacam ini dinamakan dengan nikah al- Istibdha.
3.
Ketiga,
sekelmpok laki-laki yang jumlahnya kurang dari sepuluh orang berkumpul,
kemudian mendatangi seorang wanita dan masing-masing menggaulinya. Jika wanita
itu hamil dan melahirkan serta telah berlalu beberapa malam dari kelahiran, dia
mengutus seseorang kepada mereka, maka dari itu tidak seorang pun dari mereka
yang dapat mengelak hingga semuanya berkumpul di sisinya,lalu si wanita ini
berkata kepada mereka, “Kalian telah mengetahui apa yang kalian lakukan dan aku
sekarang telah melahirkan. Dia ini adalah anakmu wahai fulan!.” Dia menyebutkan
nama laki-laki yang dia senangi dari mereka, maka anak tersebut mengambil
nasabnya.
4.
Keempat,
laki-laki dalam jumlah banyak mendatangi seorang wanita sementara dia tidak
meolak siapa pun yang mendatanginya tersebut. Mereka ini adalah para pelacur.
Yang mereka lakukan adalah, menancapkan bendera-bendera di pintu-pintu rumah
mereka yang menjadi symbol. Siapa saja yang menginginkan mereka, maka dia bias
masuk. Jika dia hamil dan melahirkan, laki-laki yang pernah mendatanginya
tersebut berkumpul kepadanya, lalu mengundang para ahli pelacak jejak (al-Qafah), kemudian mereka menentukan
nasab si anak tersebut kepada siapayang
mereka panfang cocok, lntas orang ini mengakuinya dan dipanggillah dia
sebagai anak. Dalam hal ini, si laki-laki yang ditunjuk ini idak boleh
menyangkal. Tatkala allah mengutus Nabi Muhammad, beliau kemudian menghapuskan
semua pernikahan kaum Jahiliyah tersebut kecuali pernikahan ala saat ini.
Mereka suka
mengadakan pertemuan-pertemuan antara kaum laki-laki dan wanita yang diadakan
di bawah kilauan mata pedang dan hulu-hulu tombak. Juga, pemenang dalam perang
antar suku dapat menyandera wanita-wanita dari suku yang kalah lalu berbuat
sesukanya terhadap mereka. Akan tetapi, anak-anak yang lahir dari ibu seperti
ini akan mendapatkan aib sepanjang hidup mereka.
Kaum Jahiliyah
juga dikenal suka beristri banyak (poligami) tanpa batasan tertentu. Mereka
mengawini dua bersaudara sekaligus, mereka juga mengawini istri bapak-bapak
mereka bila telah ditalak atau di tinggal. Berkenan dengan ini, allah berfirman
(arinya),”Dan janganlah kamu kawini
wanita-wanita yang telah di kawini oleh ayahmu, terkecuali pada masa yang telah
lampau. Sesunggunhnya perbuatan itu amat keji dan di benci allah dan
seburuk-buruk jalan (yang ditempuh). Diharamkan atas kamu (mengawini)
ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan;saudara-saudaramu yang perempuan,
saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan;
anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan
dari saudaramu-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara
perempuan sepersusuan; ibu-ibu istrimu (mertua); anak-anak istrimu yang dalam
pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri, tetapi jika kam belum bercampur
dengan istrimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdoasa kamu
mengawininya; (dan diharamkan bagimu)nistri-istri anak kandunganmu (menantu);
dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali
yang telah terjadi pada masa lampau; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maa
Penyayang.” (An-Nisa`:22-23).
Hak mentalak
merupakan wewenang kaum laki-laki dan tidak terbatas pada jumlah tertentu.
Perbuatan zina sudah marak pada setiap lapisan masyarakat. Kita dapat
mengkhususkannya kepada satu lapisan tanpa melbatkan lapisan yang lainnya atau
satu kelompok tanpa melibatkan kelompok yang lain. Hanya saja masih ada
sekelompok laki-laki dan wanita keagungannya jiwanya menolak keterjerumusan
dalam perbuatan nista tersebut. Wanita-wanita merdeka kondisinya lebih baik
ketimbang kondisi para budak wanita. Mereka (budak wanita) mengalami nasib yang
amat buruk. Tampaknya, mayoritas kaum Jahiliyah tidak merasakan keterjerumusan
dalam perbuatan nista semacam itu sebagai suatu aib bagi mereka.
Imam Abu Dawud
meriwayatkan dari Amr Syu’aib dari bapaknya dari kakeknya, dia berkata,’Seorang
laki-laki berdiri seraya berkata,’ Wahai Rasulullah! Sesunggunhnya si fulan
adalah anakku. Aku telah berzina dengan seorang budak wanita pada masa
Jahiliyah. Rasulullah kemudian bersabda ,’Tidak
ada klaim (nasab) dalam islam. Tradisi Jahiliyah telah berlalu. Seorang anak
hanya dinasabkan ke pada ayahnya jika ia asil pernikhan yang sah, sedangkan
perzina hanya menuai kekecewaan (dan tidak berhak atas nama tersebut).
Begitu juga dalam
hal ini, terdapat kisah yang amat terkenal mengenai perseteruan antara Sa’ad
bin Abi Waqqash dan Abd bin Zam’ah dalam mempersoalkan nasab anak dari budak
wanita milik Zam’ah, yang bernama Abdurrahman bin Zam’ah.
Sedangkan hubungan
antara seorang bapak dengan anak-anaknya, amat berbeda-beda,; diantara mereka
ada yang menguraikan rangkaian bait:
Sungguh kehadiran anak-anak di tengah kami
Bagai buah hati, berjalan melenggang di atas bumi
Di antara mereka,
ada pula yang mengubur hidup-hidup anak-anak mereka kerena takut malu dan
enggan menafkahinya, demikian juga membunuh anak-anak lantaran takut menjadi
fakir dan melarat. Allah berfirman,
“Dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena
takut kemiskinan. Kami akan memberi rezeki kepadamu dan kepada mereka;”
(Al-an’am:15)
Dan dalam
firman-Nya yang lain,
“Dan apabila seseorang dari mereka di beri kabar
dengan (kelahiran) anak perempuan, hitamlah (merah padamlah) mukanya, dan dia
sangat marah. Ia menyembunyikan dirinya dari orang banyak, di sebabkan buruknya
berita yang di sampaikan kepadanya. Apakah dia akan memeliharanya dengan
menanggung kehinaan ataukah akan menguburkannya kedalam tanah (hidup-hidup)?
Ketehuilah, alangkah buruknya apa yang mereka tetapkan itu.” (An-Nahl;58-59)
Dan firmannya,
“Dan janganlah kamu membunu anak—anakmu karena takut
kemiskinan. Kamilah yang akan memberi Rizeki kepada mereka dan juga
kepadamu.”(Al-Isra;31)
Serta firmannya,
“Dan apabila bayi-bayi perempuan yang di kubur
hidup-hidup ditanya.” (At-Takwir;8)
Akan tetapi kita
tidak bias menganggap bahwa apa yang termaktub dalam ayat-ayat di atas
merupakan bagian dari moral yang sudah menyebar dan marak terjadi, sebab mereka
justru sangat mengharapkan anak laki-laki guna membentengi diri mereka dari
serangan musuh.
Sedangkan hubungan
seseorang laki-laki dengan saudaranya, anak-anak paman dan kerabatnya. Demikian
rapat dan kuat. Hidup dan mati mereka siap di korbankan demi fanatisme terhadap
suku. Semangat bersatu telah terbiasa dijalankan antara sesama suku dan di
perkokohkan lagi dengan adanya fanatisme tersbut. Bahkan pilar sistem
kemasyarakatan adalah fanatisme ras dan rahim ( hubungan ikatan kekerabata).
Mereka hidup diatas pepatah yang berbunyi, “tolonglah
saudaramu baik dia berbuat zalim ataupun di zhalimi” dalam maknanya yang
haqiqi alias bukan makna yang telah di revisi oleh islam yaitu menolong orang
yang berbuat Zhakim dengan maksud mencegahnya melakukan perbuatan. Meskipun
begitu, perseteruan dan persaingan dalam memperebutkan martabat dan kepemimpinan
seringkali mengakibatkan terjadinya perang antar suku yang masih memiliki
hubungan satu garis bapak teratas sebagimana yang kita lihat terjadi antar suku
Aus dan KHAZRAJ, ABS dan DZUBYAN, BAKR dan TAGHLIB, dan lain-lain.
Adapun hubungan
antar suku yang berbeda benar-benar tercerai berai. Mereka menggunakan kekuatan
yang ada untuk berjibaku dalam peperangan. Hanya saja terkadang, rasa sungkang
serta takut mereka terhadap sebagian tradisi dan kebiasaan yang berpadu antara
ajaran agama dan Khurafat sedikit mengurangi tajam dan dahsyatnya perseteruan
tersebut. Dan dalam kondisi tertentu, loyalitas, persekutuan dan afiliasi malah
menyebabkan bersatunya antar suku yang berbeda. Al-Asyhurul-H urum ( bulan-bulan yang di haramkan berperan)
menjadi rahmat dan penolong bagi kehiduoan mereka dan kebutuhan hidup mereka.
Singkat kata,
kondisi social mereka berada dalam sangkar kelemahan dan kebutaan. Kebodohan
menjadi puncaknya dan khurafat merajalela dimana-mana sementara kehidupan
manusia tak ubahnya seperti binatang ternak.wanita di perjualbeliakn bahkan
terkadang di perlakukan bak benda mati. Hubungan antar umat sangat lemah,
sementara pemeritahan yang ada, perhatian utamanya hanyalah mengisi gudang
kekayaan mereka yang ambil dari rakyat atau menjiring mereka untuk berperan
melawan musuh-musuh yang mengancam kekuasaan mereka.
2.5
Kondisi Moral, Kepercayaan dan Agama
·
Kondisi
Moral
Kita
tidak dapat memungkiri bahwa pada sisi masyarakt jahiliyah terdapat kehidupan
nista, pelacuran hal-hal lain yang tidak dapat diterima oleh akal sehat dan di
tolak oleh hati nurani namun demikian, mereka juga mempunyai akhlak mulia dan
terpuji yang amat menawan siapa saja, juga membuatnya terkesima dan takjub.
Diantara akhlak-akhlak tersebut adalah:
1.
Kemurahan hati
Mereka
berlomba-lomba memiliki sifat ini dan berbangga dengannya. Setengah dari
bait-bait syair mereka tuangkan untuk menyebut sifat ini, baik dalam rangka
memuji diri sendiri maupun memuji orang lain seseorang kedatangan tamu disaat
temperatur udara semakin dingin dan perut merintih kelaparan, dan disaat
itupulah, ia tidak memiliki harta apa-apa selain untah betina yang satu-satunya
menjadi gantungan hidupnya dan keluarganya, akan tetapi karena terobsesi oleh
getaran kemurahan hati membuatnya bergegas untuk menyebutkan sesuatu. Karenanya
, dia lantas menyebelih satu-satunya untah miliknya untuk tamunya tersebut.
Diatara mereka sifat murah hati tersebut, menjadikan mereka sampai-sampai rela
menanggung denda yang demikian besar dan beban yang dahsyat demi upaya mencegah
pertumpahan darah dan melayangnya jiwa. Mereka berbangga atas hal tersbut dan
menyembongkan diri di hadapan orang lain, baik parah tokoh maupun para pemuka.
Sebagai implikasi dan
sifat tersbut, mereka membanggakan diri dengan kebiasaan meminum arak. Hal ini
sebenarnya bukan lantaran bangga dengan esensi meminum itu, tetapi lantaran hal
itu merupakan sarana tertanamnya sifat murah hati tersebut, dan juga sarana
yang memudahkan tumbunhya jiwa-jiwa yang suka berfoya-foya. Dan lantaran
itupula mereka menakan pohon anggur Al-karam(
kemurahan hati). Sedangkan arak yang terbuat dari anggur itu mereka
menamakan bintul karam (putrid
kemurahan hati). Jika anda membuka lembaran-lembaran Diwan (koleksi-koleksi)
syair-syair jahiliyah, anda akan menemukan satu bab yang bertajub Al-Madih Wal FAKHR (piji-pujian dan
kebanggan diri).
Dalam hal ini, antara binSyaddad Al-Absy
mengurai bait-bait syairnya dalam
Muh’Allaqahnya:
“Sungguh aku telah menanggap arak di tempat mulia
Sesudah wanita-wanita penghibur di telantarkan
Dengan botol kuning ditas nampang
Nan terangkai bunga dalam genggaman tangan dingin
Saat aku menenggap, sunggunh aku habiskan seluruh
hartaku,
Namun begitu, kehormatanku masih sadarkan
Kala aku tersadarkan, takkan lengah menyongsong
panggilan
Sebagaimana hal itu melekat pada sifat dan tabiatku”
Pengaruh lainnyadari sifat al-karam adalah menjadikan mereka sibuk dengan bermain di mana mereka menganggap hal itu sebagai
salah satu sarana menuju sifat tersebut. Karena dari keuntungan yang di raih
dalam berjudi tersebut, mereka belanjakan makanan kepada fakir miskin. Atau
bias juga diambil dari sisa saham yang dirai masing-masing pemenang. Oleh
karena itu, anda mendapatkan Al-Qur’an, tidak mengingkari manfaat dari arab dan
judi itu, akan tetapi yang dinyatakan Al-Qur’an, adalah,
“dan
dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya.” (Al-Baqarah;219).
2.
Menepati janji
Janji
dalam tradisi mereka adalah laksana agama yang harus di pegang teguh, bahkan
untuk merealisasikannya mereka tidak segan-segan membunuh anak mereka dan
menghancurkan tempat tinggalnya sendiri. Untuk mengetahui hal itu, cukup dengan
membaca kisah Hani` bin Mas`ud Asy-Syaibani, As-Samau`al bin Adia dan Hajib bin
Zurarah At-Tamiming.
3.
Harga diri yang tinggi dan sifat
pantang menerima pelecehan dan kezhaliman
Implikasinya dari sifat ini adalah, tumbuhnya pada
diri mereka keberanian yang amat berlebihan, cemburu dan cepatnya emosi meluap.
Mereka adalah orang-orang yang tidak akan pernah bisa bersabar mendengar ucapan
yang mereka cium berbau penghinaan dan pelecehan. Dan apabila hal itu terjadi,
maka mereka tak segan-segan menghunus pedang dan mengancungkan hulu tombak
serta mengorbankan peperangan yang panjang. Mereka juga tidak peduli jika nyawa
mereka menjadi taruhannya demi mempertahankan sifat tersebut.
4.
Tekad yang pantang surut
Bila mereka sudah
bertekad untuk melakukan sesuatu yang mereka anggap suatu kemuliaan dan
kebanggan, maka tak ada satu pun yang dapatmenyurutkan tekad mereka tersebut,
bahkan mereka akan nekad menerjang bahaya demi hal itu.
5.
Meredam kemarahan, sabar, dan amat
berhati-hati
Mereka menyanjung
sifat-sifat semacam ini, hanya saja keberadaannya seakan terselimuti oleh amat
berlebihannya sifat pemberani dan langkah cepat untuk berperang.
6.
Gaya hidup lugu dan polos ala Badui
dan belum terkontaminasi oleh peradaban dan pengaruhnya
Implikasi dari
gaya hidup semacam ini adalah, timbulnya sifat jujur, amanah serta nanti menipu
dan khianat.
Kita melihat bahwa
tertananmnya akhlak yang amat berharga ini, di samping letak jazirah arab bagi
dunia luar adalah sebagai sebab utama terpilihnya mereka untuk mengemban risalah yang bersifat umum dan memimpin
umat manusia danmasyarakat dunia. Sebab, meskipun sebagian akhlak di atas dapat
membawa kepada kejahatan dan menimbulkan peristiwa yang tragis, namun
sebenarnya esensi akhlak ini adalah yang amat berharga, dan akan menciptakan
keuntungan bagi umat manusia secara umum setelah adanya sedikit korekasi dan
perbaikan atasnya. Hal ininlah yang dilakukan oleh islam ketika dating.
Tampaknya akhlak
yang paling berharga dan amat bermanfaat menurut mereka setelah sifa menepati
janji adalah sifat menjaga harga diri dan tekad pantang surut. Hal demikian,
karena tidak mungkin mengikis kejahatan dan ke-rusakan yang ada serta
menciptakan system dengan yang penuh dengan keadilan dan kebaikan kecuali
dengan kekuatan yang tak terkalahkan dan tekad yang membaja.
Mereka juga
memiliki sifat-sifatmulia lainnya, selain sifat-sifat yang telah kita sebutkan
di atas, namun bukanlah maksud kita di sini menyebutkannya secara tuntas.
·
Kondisi
Kepercayaan dan Keyakinan
Mayoritas Bangsa Arab asih mengikuti
dakwah Nabi Ismail as ketika beliau mengajak mereka untuk menganut agama yang
dibawa ayahnya, Ibrahim as.Mereka menyembah Allah dan menauhidkan-Nya serta
menganut din-Nya hingga lama kelamaan akhirnya mereka mulai lupa beberapa hal
yang pernah diingatkan kepada mereka. Hanya saja, masih tersisa pada ajaran
tauhid dan beberapa syiar dari din Nabi Ibrahim, hingga muncullah Amr bin
Luhay, pemimpan Bani Khuza’ah. Sebelumnya, dia tumbuh di atas perilaku-perilaku
agung seperti perbuatan ma’ruf, bersedekah dan antusiasme tinggi di dalam
melakukan urusan-urusan agama, sehingga semua orang mencintanya dan tunduk
terhadapnya karena menganggap dirinya sebagai salah seorang ulama besar dan
wali yang dimuliakan.Kemudian dia bepergian ke kawasan Syam, lalu melihat
penduduknya menyembah berhala-berhala.Akhirnya, dia merespons positif hal
tersebut dan mengiranya suatu kebenaran, sebab Syam adalah tanah air para rasul
dan diturunkannya kitab-kitab.Maka ketika pulang, dia membawa bersamanya
berhala Hubal dan meletakkannya di dalam Ka’bah.Lantas mengajak penduduk Makkah
untuk berbuat syirik terhadap Allah dan merekapun menyambut ajakannya tersebut.
Selang berapa lama, penduduk Hijaz mengikuti cara penduduk Makkah karena
mmereka adalah para pengelola Baitullah dan pemilik al-Masjid al-Haram.
Diantara
berhala yang paling tua bernama Manat, yang terletak di Musyallal, sebuah
kawasan di tepi Laut Merah, dekat Qudaid.Kemudian mereka menjadikan Lata di
Thaif dan Uzza di Wadi Nakhlah.Ketiganya merupakan berhala paling besar.Setelah
itu kesyirikan semakin merajalela dan berhala-berhalapun banyak bertebaran
disetiap tempat di Hijaz. Disebutkan, bahwa Amr bin Luhay mempunyai pembantu
(khadam) dari bangsa jin. Jin ini memberitahukan kepadanya bahwa
berhala-berhala kaum Nuh ( Wud,Suwa’, Yaghuts, Ya’uq dan Nasr) terpendam di
Jeddah. Maka dia datang ke sana dan menelusuri jejaknya, lalu membawanya ke
Tihamah. Setelah tiba musim haji, dia menyerahkan berhala-berhala itu kepada
berbagai kabilah.Mereka membawa pulang berhala-berhala itu ke tempat mereka
masing-masing hingga setiap kabilah memilikinya bahkan dimiliki setiap
rumah.Mereka juga memajang berbagai macam berhala di al-Masjid al-Haram.Tatkala
Rasulullah SAW menaklukkan Makkah, di sekitar Ka’bah terdapat tiga ratus enam
puluh berhala.Beliau memecahkan berhala-berhalaitu hingga berjatuhan semuaa,
lalu memerintahkan agar berhala-berhala tersebut dikeluarkan dari masjid dan
dibakar.
Demikianlah
kesyirikan dan penyembahan terhadap berhala-berhala menjadi fenomena terbesar
dari kepercayaan dan keyakinan orang-orang Jahiliyah, yang mengklaim bahwa
mereka masih menganut agama Ibrahim.
Mereka
mempunyai beberapa tradisi dan prosesi-prosesi di dalam penyembahan berhala,
yang mayoritasnya diada-adakan oleh Amr bin Luhay. Dalam pada itu, masyarakat
mengira bahwa apa yang diadakan Amr tersebut aadalah bid’ah hasanah ( sesuatu
yang diada-adakan namu baik ) dan tidak dikategorikan sebagai merubah agama
Ibrahim . Di antara prosesi penyembahan berhala yang mereka lakukan adalah :
1. Berdiam
lama di hadapan berhala, berlindung kepadanya, menyebut-nyebut namanya dan
meminta pertolongan tatkala menghadapi kesulitan serta berdoa kepadanya agar ia
memenuhi hajat mereka dengan keyakinan bahwa berhala-berhala itu bisa
memberikan syafa’at di sisi Allah dan mewujudkan apa yang mereka inginkan.
2. Menunaikan
haji dan thawaf di sekeliling berhala seraya menghinakan diri di sisinya dan
bersimpuh sujud kepadanya.
3. Melakukan
taqarrub kepada berhala mereka dengan berbagai bentuk persembahan; menyembelih
dan berkurban untuknya dengan menyebut namanya pada saat menyembelih.
Dua
jenis penyembelihan ini telah disebutkan Allah di dalam FirmanNya,”Dan
(diharamkan atas kalian) apa yang disembelih untuk berhala”.( Al-Ma’idah:3).”
Dan janganlah kalian memakan binatang-binatang yang tidak disembelih nama Allah
ketika menyembelinya”.( Al-An’am:121).
4. Jenis
taqarrub yang lain, mengkhususkan sesuatu dari makanan dan meminum yang mereka
pilih untuk disajikan kepada berhala, dan juga mengkhususkan bagian tertentu
dari hasil panen dan binatang ternak mereka. Di antara hal yang lucu adalah
perbuatan mereka mengkhususkan bagian yang lain untuk Allah juga. Mereka
memiliki banyak alas an kenapa memindahkan sesembahan yang sebenarnya sudah
diperuntukkan buat Allah kepada berhala-berhala mereka, akan tetapi mereka
belum pernah memindahkan sama sekali sesembahan yang sudah siperuntukkan buat
berhala mereka kepada Allah. Dalam hal ini, AllahSWT berfirman ( artinya),”Dan
mereka memperuntukkan baagi Allah satu bagian dari tanaman dan ternak yang di
ciptakan Allah, lalu mereka berkata sesuai dengan persangkutan mereka, ini untuk
Allah dan ini untuk berhala-berhala kami, Maka saji-sajianya yang diperuntukkan
bagi berhala-berhala mereka tidak sampai
kepada Allah; dan saji-sajian yang diperuntukkan nagi Allah , maka sajian itu
sampai kepada berhala-berhala mereka.Amat buruklah ketetaoan mereka
itu,”(Al-An’am:136).
5. Di
antara jenis taqarrub lainnya lagi ialah dengan bernadzar menyajikan sebagian
hasil tenaman dan ternak untuk berhala-berhala tersebut sebagaimana disinyalir
dalam Firma Allah ,;Dan mereka mengatakan, inilah binatang ternak dan tanaman
yang dilarang:,tidak boleh memakannya , kecuali orang yang kami kehendaki,
menurut tanggapan mereka, da nada binatang ternak yang diharamkan :
menunggangainya dan binatang ternak yang mereka tidak menyebut nama Allah di
waktu menyembelihnya, hanya semata membuat –buat kedustaan terhadap Allah,”( Al-An’am:138)
6. Di
antaranya lagi, ritual al-Bahirah,as-sa’ibah,al-Washilal,al-Hami.Ibnu Ishaq
berkata,”Al-Bahirah ialah anak betina dari as-sa’ibah yaitu unta betina yang
telah beranak sepuluh betina secara berturut-turut dan tidak diselingi sama
sekali oleh yang jantan.Unta semacam inilah yang di lakukan terhadapnya ritual
as-sa’ibah; ia tidak boleh ditunggangi, tidak boleh diambil bulunya,susunya
tidak boleh diminum kecuali oleh yau.
Boleh
diminum kecuali oleh tamu, jika kemudian melahirkan anak betina lagi,maka
telinganya dibelah. Setelah itu ia dibiarkan lepas bersama induknya, tidak
boleh diminum susunya kecuali oleh tamu sebagaimana yang diperlukan terhadap
induknya. Al- Bahirah ialah anak betina dari as-sa’ibah. Sedangkan al- Washilah
adalah domba betina bila melahirkan sepuluh anak betina secara kembar
berturut-turut dalam lima kehamilan, tidak di antarai lahirnya yang jantan.Bila
hal ini terjadi, maka mereka mengadakan ritual al-Washilah. Lalu mereka
berkata, ia telah menjadi al-Washilah . Kemudian bila beranak lagi setelah itu
, maka mereka persembahkan kepada kaum laki-laki saja, tidak pada kaum wanita
mereka kecuali ada yang mati maka dalam hal ini kaum laki-laki dan wanita
bersama-sama melahapnya. Sedangkan al-Hami adalah unta jantan yang bila sudah
membuahkan sepuluh anak betina secara berturut-turut, tidak diantarai oleh yang
jantan , maka punggung unta seperti ini dipanaskan ( dicolok dengan rapi ),
tidak boleh ditunggsngi, tidak boleh diambil bulunya, harus dibiarkan lepas dan
tdak digunakan kecuali untuk kepentingan ritual tersebut. Berkenaan dengan hal
tersebut , Allah menrunkan ayat:” Allah sekali-kali tidak pernah mensyariatkan
adanya bahirah, sa’ibah, washilah dan ham. Akan tetapi orang-orang kafir
membuat-buat kedustaan terhadap Allah, dan kebanyakan mereka tidak mengerti.”(
Al- Ma’idah:103). Allah juga menurunkan
Ayat,” Dan mereka mengatakan , ‘ Apa yang di dalam perut binatang ternak ini
adalah khusus untuk pria kami dan haramkan atas wanita kami, dan jika yang
dalam perut itu dilahirkan mati, maka pria dan wanita sama-sama boleh
memakannya,”(Al-An’am:139).
Ada
penafsiran lain terhadap makna kata al-An’am ( binatang ternak) di atas.
Sa’id
bin al-Musayyib telah menjelskan bahwa binatang-binatang ternak ini
diperuntukkan bagi thaghut-thaghut mereka.
Telah
di riwayatkan secara marfu’ di dalam shahih al bukhari bahwa Amr Bin Luhay
adalah orang pertama yang melakukan ritual as-sa’ibah.
Semua hal di atas dilakukan oleh bangsa
Arab terhadap berhala-berhala mereka karena meyakini bahwa hal itu bisa
mendekaatkan mereka kepada Allah , menyampaikan mereka kepadaNya dan dapat
memberi syafa’at di sisiNya , sebagaimana yang dinyatakan dalam al-Qur’an, “
Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada
Allah dengan sedekat-dekatnya.”(Az-Zumar,3).”Dan mereka menyembahkan selain
daripada Allah apa yang tidak dapat mendatangkan kemudharatan kepada mereka dan
tidak (pula) manfaat,dan mereka berkata,’Mereka itu adalah pemberi syafaat
kepada kami di sisi Allah,”(Yunus;18).
Orang-orang Arab juga mengundi nasib
dengan al-Azlam.Makna al-Azlam adalah anak panah yang tidak ada bulunya .
Al-Azman tersebut ada tiga macam: yang petama bertuliskan “Ya”,yang kedua
bertuliskan “tidak”,dan yang ketiga bertuliskan “Diabaikan”,mereka mengundi
nasib dengan itu untuk menentukan aktivitas apa saja yang akan dilakukan
,seperti bepergian,menikah atau lain-lainya. Jika yang keluar bertuliskan
“Ya”,mereka melaksanakannya ,dan jika yang keluar bertuliskan “tidak”,mereka
menangguhkannya pada tahun itu hingga mereka melakukannya lagi.Dan jika yang
muncul bertuliskan “Diabaikan”,ereka mengulangi undiannya.Dalam undian terakhir
ini ada jenis ungkapan dengan tulisan”Air”,dan “Tebusan,”ada dengan tulisan “
Dari kalian”, “Dari selain kalian”, atau “ diikutkan”(dikaitkan),” bila mereka
ragu terhadap nasab seseorang mereka membawanya ke berhala Hubal dan membawa
hal ini, jika yang keluar tulisan “ Dari sealin kalian”, maka dia diangkat
sebagaisekutu.Sedangkan jika yang keluar adalah tulisan “
Diikutkan(dikaitkan)”,maka kedudukannya di tengah mereka adalah sebagai
orang yang tidak bernasab dan tidak
diangkat sebagai sekutu.
Hal yang mirip lagi adalah al-Masyir dan
al-Qiddah yang merupakan jenis dari judi.Untuk hal itu, mereka biasanya
membagi-bagikan daging unta yang mereka sembelih berdasarkan al-Qiddah
tersebut.
Mereka juga percaya kepada informasi
yang disapaikan oleh dukun (kahin),tukang ramal(arraf)dan ahli
nujum(munajjimun/astrolog). Makna kahin(dukun) adalah orang yang suka
memberikan informasi tentang gejala-gejala alam di masa depan dan sering
disebut dengan mengetahui rahasia-rahasia alam. Di antara para tukang raal ini,
ada yang mengklaim dirinya memiliki pengikut dari bangsa jin yang memberikan
informasi kepadanya.Ada pula yang mengklaim mengetahui hal-hal yang ghaib
berdasarkan pemahaman yang diberikan kepadanya.Ada lagi dari mereka yang
mengklaim dirinya mengetahui banyak hal melalui mukadimah-mukadimah (
premis-premis) dan sebab-sebab ( hukum kausalitas)yang dapat dijadikan bahan
untuk mengetahui posisinya berdasarkn ucapan si penanya.,Peubahan atau
kondisinya. Inilah yang disebut dengan arraf/(peremal),seperti orang yang
mengklaim dirinya mengetahui barang yang di curi, letak terjadinya pencurian,juga
unta yang tersesat/ hilang dan lain-lainya. Sedangkan ahli nujun
(munajjim/astrolog) adalah orang yang mmelihat melalui petunjuk bintang
–gemintang , lalu memperkirakan peredarannya dan waktunya , agar dengan begitu
dia bisa mengetahui berbagai gejala alam dan pereistiwa-peristiwa yang akan
terjadi di masa depan. Membenarkan informasi dari ahli nujun/astrolog ini pada
hakikatnya merupakan bentuk keimanan(kepercayaan) terhadap bintang-gemintang.
Diantara keyakinan mereka terhadap bintang-gemintang adalah keyakinan terhadap
Anwa’( symbol tertentu yang di baca sesuai dengan posisi bintang); oleh
karenanya mereka selalu mengatakan , ‘ hujan yang turun pada kami ini lantaran
posisi bintang begini dan begitu”.
Di samping itu, pada mereka juga
terhadap kepercayaan ath-Thiyarah, yaitu merasa pesimis terhadap sesuatu. Asal
muasal keyakinan ini, adalah dari kebiasaan mereka dulunya yang mendatangi
sekor burung atau kijang, lalu membuatnya kabur,; jika burung tau kijang itu
mengambil arah kanan, maka mereka jadi bepergian ke tempat yang hendak di tuju
dan hal itu di anggap sebagai pertanda baik. Sebalinya jika burung atau kijang
itu mengambil arah kiri,maka mereka tidak berani bepergian dan pesimis. Mereka
juga pesimis jika di tengah jalan bertemu burung atau hewan tertentu.
Tak berbeda jauh dengan hal ini adalah
kebiasaan mereka yang menggantungkan ruas tulang kelinci(dengan kepercayaan
bahwa hal itu dapat menolak bola,pent), juga pesimis dengan sebagian hari-hari,
bulan-bulan,hewan-hewan,rumah-rumah,atau wanita-wanita. Begitu juga keyakinan
terhadap penularan penyakit dan burung hantu ( yang mereka yakin membawa
kesalahan,pent).Mereka percaya bahwa orang mati terbunuh,jiwanya tidak tentram
jika dendamnya tidak di lampiaskan Ruhnya bisa menjadi burung hantu yang
beterbangan di tanah lapang ( padang sahara) seraya berteriak,” Haus,
haus!.Beri aku minum , beri aku minum”. Dan bila dendamnya telah dilampiaskan ,
maka ruhnya merasa tenang dan tentram kembali.
Orang-orangjahiliyah masih dalam kondisi
kehidupan demikian, tetapi ajaran Nabi Ibrahim masih tersisa pada mereka dan
belum ditinggalkan semuanya, seperti pengangungan terhadap Baitullah
(Ka’bah),berthawaf, haji, umrah, wukuf id Arafah dan Muzdalifah, serta mempersembahkan kurban
berupa unta sembelihan. Memang , dalam hal ini terjadi hal-hal yang mereka
ada-adakan. Diantaranya ;orang-orang Quraisy berkata,” kami adalah anak
keturunan Ibrahim , pemilik Tanah Haram ,penguasa Ka’bah dan pemukim kota
Makkah. Tak seorang pun dari Bangsa Arab yang mempunyai hak dan kedudukan
seperti kami dalam hal ini, mereka memjuluki diri mereka dengan al-Hums( kaum
pemberani).Oleh karena itu, tidak selayaknya kami keluar dari Tanah Haram
menuju Tanah Halal ( di luat Tanah Haram ). Artinya , mereka tidak mau
melaksanakan wukuf di Arafah, juga tidak melakukan ifadhah(keberangkatan) dari
sana,tapi melakukan ifadhah dari Muzdalifah . Terhadap perilaku mereka tersebut
, turun Firman Allah,” Kemudian bertolaklah kalian dari tempat bertolaknya
orang-orang banyak”.( al-Baqarah:199).
Di antara hal-hal lain yang mereka
katakan adalah,” Tidak selayaknya al Hums mengkomsumsi keju, memasak dan
menyaring samin(mentega) saat mereka sedang berihram, serta(tidak selayaknya)
memasuki rumah-rumah yang terbuat dari hlu (wol). Juga tidak selayaknya berteduh
, jika mreka ingin berteduh ( ketika wukuf), kecuali di rumah-rumah yang
terbuat dari kulit selama mereka dalam keadaan berihram.”
Mereka juga berkata,” Penduduk di luar
Tanah Haram tidak pantas memakan makanan yang mereka bawa dari luar Tanah Haram
ke dalam Tanah Haram, jka kedatangan mereka itu di maksudkan untuk melakukan
haji dan umrah,”
Hal lainya yang mereka buat –buat adalah
melarang orang yang datang dari luar Tanah Haram berthawaf bila untuk pertaa kalinya mereka
datang kecuali dengan mengenakan pakaian kebesaran al-Hums. Jika mereka tidak
mendapatkannya maka kaum laki-laki harus melakukan thawaf dalam keadaan
telanjang, sementara kaum wanita juga harus menanggalkan seluruh pakaiannya kecuali pakaian rumah yang longgar
, kemudian baru berthawaf sembari melantumkan:
“ Hari ini tampak sebagian
atau seluruhnya
Apa yang Nampak itu adalah
aku perkenanka”.
Dan berkaitan dengan itu, turun Firman
Allah,”Hai anak Adam pakailah yang indah di setiap
(memasuki)masjid,”(Al-A’raf:13).
Jika salah seorang dari laki-laki dan
wanita merasa lebih hormat untuk thawaf dengan pakaian yang dikenakannya dari
luar Tanah Haram , maka sehabis thawaf dia harus meembuangnya dan ketika itu
tak seorang pum dari mereka, maupun dari selain mereka yang akan menggunakannya
lagi.
Hal lainnya lagi adalah perlakuan mereka
yang tidak mau masuk kerumah dari pintu depan bilang sedang berihram, tetapi
mereka melubangi bagian belakang rumah umtuk tempat masuk dan keluar, dan
mereka menganggap pikiran sempit seacam ini sebagai kebajikan . Hal semacam ini
pun kemudian dilarang oleh Al-Qur’an , dalam FirnanNyA,” Dan bukanlah kebajikan
itu memasuki rumah-rumah dari belakangnya, akan tetapi kebajikan itu ialah
kebajiakn orang yang bertaqwa dan masuklah ke rumah-rumah itu dari pintu-pintunya,”(Al-Baqarah:189).
Kepercayaan semaca ini, yakni
kepercayaan bernuansa syirik, penyembahan berhala,keyakinan terhadap hal-hal
tahayul dan khurafat adalah merupakan kepercayaan ( agama ) mayoritas Bangsa
Arab. Di samping itu juga, ada agamma lain seperti Yahudu,Nasrani,Majusi dan
Shabi’ah. Agama –agama ini juga mendapatkan jalan untuk memasuki distrik yang
ditempati oleh Bangsa Arab.
Sedikitnya ada dua periode yang sempat
mewakili keberadaan orang-orang Yahudi di Jazirah Arab:
Periode pertama: proses hijrah yang
mereka lakukan pada periode penaklukan Bangsa Babilonia dan Assyiria da
Palestian: hal ini terjadi akibat adanya tekanan terhadap orang-orang Yahudi,
luluh lantaknya negeri mereka dan hancurnya rumah ibadah mereka yang dilakukan
oleh Nabuchadnezzar pada tahun 587 SM serta ditawannya sebagian besar mereka
yang kemudian dibawa ke Babilonia, hanya saja,sebagian mereka yang lain
meninggalkan negeri Palestina menuju Hijaz dan bermmukim di sekitar distrik
bagian utaranya.
Periode kedua: Diawali dari sejak
pendudukan Bangsa Romawi terhadap Palestina di bawah komando Titus pada tahun
70M; Hal ini terjadi akibat adanya tekanan dari orang-oramg Romawi terhadap
orang-orang Yahudi, hancur dan luluh lantaknya rumah ibadah mereka sehingga
berhijrahlah beragam suku dari bangsa Yahudi ke Hijaz dan menetap di Yatsrib (
Madinah sekarang,pent).Khaibar dan Taima. Disana mereka mendirikan perkampunga,
istan-istana dan benteng-benteng.Agama Yahudi tersebar di kalangan sebagian
Bangsa Arab memalui kaum imigram Yahudi tersebut. Di kemudian hari, mereka
memiliki peran yang sangat signifikan dalam momen-momen politik mendahului
munculnya islam dan terjadi pada permulaannya ( kemunculan Islam). Ketika Islam
datang, suku-suku Yahudi yang termasyhur adalah Khaibar , an, Nadhir, al
–Mushthakid,Quraizhah dan Qainuqa , sejarawan , as Samhudi menyebutkan di dalam
bukunya” Wafa’ul Wafa”, suku-suku Yahudi yang mampir di Yatsrib dan datangke
sana dari waktu ke waktu berjumlah lebih
dari dua puluhan suku.
Sementara itu, masuknya agama Yahudi ke
Yaman adalah melalui penjual jeratrtmi, As’ad bin Abi Karb. Kerika itu dia
pergi berperang ke Yatsrib lalu memeluk agama Yahudi. Dia membawa serta dua
orang ulama Yahudi dari suku Bani Quraizhah ke Yaman . Agama Yahudi tumbuh dan
berkembang dengan pesat di sana.Maka ,
ketika anaknya ,Yusuf yang bergelar Dzu Nuwas menjadi penguasa di Yaman , dia
menyerang penganut agama Nasrani di Najran dan memaksa mereka untuk menganut
agama Yahudi , namun mereka menolak. Karena penolakan ini, dia kemudian
menggali parit dan mencampakkan mereka ke api yang lalu membakar mereka
hidup-hidup. Dalam tindakannya in, dia tidak membedakan antara laki-laki dan
perempuan,anak-anak kecil dn orang-orang berusia lanjut . Menurut catatn
sejarah , jumlah korban pembunuhan massal ini berkisar antara 20.000 hingga
40.000 jiwa. Peristiwa itu terjadi pada bulan oktober tahun 532M,al qur’an,
menceritakan sebagian dari drama tragis tersebut dalam surah al Buruj( tentang
ashabul ukhdud).
Sedanngkan agama Nasrani masuk ke Jazirah
Arab melalui pendudukan orang-orang Habasyah dan Romawi.Pendudukan orang-orang
Habasyah yang pertama kali terhadap Yaman terjadi pada tahun 340M dan
berlangsung hingga 378M.Pada masa itu, gerakan kristenisasi mulai merambah
distrik –distrik di Yaman.Tak berapa lama dari masa ini, datanglah ke Najran,
seorang yang di kenal sebagai ahli Zuhud, doanya mustajab dan juga dianggap
mepunyai kekeramtan.Orang ini dikenal sebagai Fimiyun.Dia mengajak penduduk
Najran untuk memeluk agama Nasrani. Mereka melihat tanda-tanda ketulusan
dirinya akan kebenaran agamanya yang karenanya mendorong mereka untuk menerima
dakwahnya dan bersedia memeluk agama Nasrani.
Tatkala orang-orang Habasyah menduduki
Yaman untuk kedua kalinya pada tahun 526M, hal ini sebagi balasan atas perlakuan
Dzu Nuwas ketika datang ke sana , saat itu tampuk pimpinan dalam
pemerintahannya di pegang oleh Abrahah, dia mulai menyebarkan agama Nasrani
dengan aktivitas yang gencar dan sasaran yang seluas-luasnya hingga aktivitas
tersebut sampai kepada membangun sebuah gereja di Yaman,yang di beri nama
Ka’bah Yaman, yang tujuannya agar haji yang di lakukan oleh Bangsa Arab beralih
ke gereja ini. Di samping itu, dia juga berniat menghancurkan Baitullah di
Makkah , namun Allah membinasakannya di duania dan akan menagazabnya di
akhirat.
Agama Nasrani dianut oleh kaum Arab
Ghassan, susku-suku Taghlib dan Thayyi seta suku-suku lainnya.Hal itu
disebabkan mereka bertetangga dengan orang-orang Romawi.Malah, sebagian
raja-raja Hirah juga telah memeluknya.
Sedangkan agama Majusi, kebanyakan
bekembang di kalangan orang-orang Arab yang bertetangga dengan orang-orang Persia yaitu orang-orang Arab di Irak ,
bahkan ( tepatnya di Ahsa),Hajar dan kawaan tepi pantai teluk Arab yang bertetangga
denganya. Para pemuka di Yaman juga da yang memeluk agama Majusi pada masa
pendudukan Bnagsa Persia terhadap Yaman.
Adapun agama Shabi’ah, meurut penemuan
yang di lakukan melalui penggalian dan penelusuran peninggalan –peninggalan
sejarah di negeri Irak dan lain-lainya menujukkan bahwa agama tersebut dianut
oleh kaum Ibrahim dari suku kaldaniyin(chaldeans).Begitu juga ,agama tersebut
telah dianut oleh mayoritas penduduk Syam dan Yaman pada zaman purbakala .
Setelah beruntunnya kedatangan beberapa agama baru seperti agama Yahudi dan
Nasrani, bangunan agamma Shabi’ah mulai leah dan aktifitasnya mulai
padam.Tetapi masih ada sisa-sisa para pemeluknya yang berdampingan dengan
mereka , yaitu di masyarakat Arab di Irak dan dikawasan pesisir teluk Arab.
·
Kondisi regilius
Agama-agama tersebut merupakan agama yang
sempat eksis pada saat kedatangan Islam namun sudah terjadi penyimpangandan
hala-hal yang merusak terhadapnya.Orang-orang musyrik yang mengklaim diri
mereka sebagai penagnut agama Ibrahim , justru keadaannya teramat jauh dari
perintah dan laranngan syariat Ibrahim dan mengabaikan ajaran-ajaran tentang
akhlak mulia sehingga karenaya, banyak perbuatan maksiat yang mereka lakukan ,
seiring denga peralihan zaman, berkembanglah sebagaimana yang terjadi pada para
penyembah berhala(paganis) , yaitu berupa adat –istiadat dan tradisi-tradisi
yang menempati posisi khurafat-khurafat dalam agama, dan ini memiliki dampak
negatif yang amat parah terhadap kehidupan sosiopolitik dan religi masyarakat.
Sedangkan yang terjadi pada orang-orang
Yahudi, mereka telah berubah menjadi manusia yang di jangkiti riys dan perilaku
seenaknya . Para pempimpin ereka telah berubah menajdi sesembahan selain Allah,
menghakimi masyarakat seenaknya dan bahkan menvonis mereka seakan mereka
mengetahui apa yang terdetik di dalam hati dan bisikan di bibir mereka. Ambisi
utama mereka hanyalah bagaimana meraih kekayaan dan kedudukan, sekalipun
taruhannya adalah lenyapnya agama dan menyebarkannya atheisme, kekufuran serta
pengabaian terhadap ajaran-ajaran yang telah di perintahkan oleh Allah dan yang
dia perintahkan agar setiap orang menyucikannya.
Lain halnya dengan agama Nasrani , ia
berubah menjadi agama berhala (paganism) yang sulit di pahami dan menimbulkan
pemcampuradukan yang amat janggal antara pemahaman terhadap Allah dan manusia.Agaa
semacam ini tentunya tidak memilikipengaruh yang ril dan signifikan terhadap
Bangsa Arab karena ajaran-ajaranya jauh dari gaya hidup yang mereka sudah
terbiasa akrab dengannya. Karenanya , tidak mungkin pula mereka jauh dari gaya
hidup tersebut.
Sementara
kondisi semua agama dan kepercayaan bangsa Arab, tak ubahnya seperti kondisi
orang-orang musyrik.Hati mereka seirama, keyakinan mereka mudah di masuki
pengaruh luar dan tradisi serta kebiasaan mereka saling bersesuaian.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Bangsa Arab sebelum lahirnya Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad
SAW dikenal sebagai bangsa yang sudah memiliki kemajuan ekonomi. Letak
geografis yang cukup strategis membuat Islam yang diturunkan di Makkah menjadi
cepat disebarluaskan ke berbagai wilayah di samping juga didorong oleh factor
cepatnya laju perluasan wilayah yang dilakukan umat islam dan bahkan bangsa
Arab telah dapat mendirikan kerajaan diantaranya Saba’, Ma’in dan Qutban serta
Himyar yang semuanya berasa di wilayah Yaman.
Pada masyarakat arab pra Islam sudah banyak ditemukan tata cara
pengaturan dalam aktivitas kehidupan social yang dapat dibagi pada beberapa
sistem-sistem yang ada dimasyarakat, salah satunya adalah sistem politiknya.
3.2
Saran
Dari
keterangan-keterangan di atas mungkin masih jauh dari kata-kata sempurna masih
banyak terdapat kesalahan-kesalahan, oleh sebab itu kami mengharapkan kritik
dan sarannya yang bersifat membangun, untuk perbaikan makalah-makalah
selanjutnya, atas pasrtisipasinya kami ucapan terima kasih.
[1] Lihat Shahih al-Bukhari, ktab
Al-Anbiya`’I/474,475, no. 3364, 3365
[2] Ibid, 1/475, no. 3364
Al-Mubarakfuri, Syaikh Shafiyyurrahman. “Ar-Rahiq al-Makhtum”.
Darussalam, 2001.
http://gudangsemuamakalahkuliah.blogspot.co.id/20/16/03/makalah-bangsa-arab-pra-islam.html?m=1
http://rosyidahsagitarius.blogspot.co.id/2015/03/makalah-peradaban-islam-pada-masa-pra.html?m=1
0 Response to "MAKALAH PETA POLITIK DAN PERADABAN PRA ISLAM"
Post a Comment