Makalah Jam’ul Qur’an
A.
Pengumpulan Al-Qur’an (menghafal) Pada Masa Nabi
Dalam sejarah Al-Qur’an ada istilah pengumpulan Al-Qur’an, yaitu usaha penghimpunan berkas-berkas Al-Qur’an yang tercecer di tangan para sahabat untuk kemudin berkas-berkas tersebut disatukan sebagai Mushaf. Ada juga istilah lain yaitu Penjagaan Al-Qur’an, maksudnya adalah usaha umat Islam yang hidup pada era wahyu dan generasi setelahya untuk selalu menjaga keaslian redaksi Al-Qur’an, yaitu dengan menghafalkan, membaca dan mengajarkannya secara verbal. Baik usaha pengumpulan maupun penjagaan ini kemudian dikenal dalam studi Al-Qur’an dengan istiah Jam’ul al-Qur’an.
Pengumpulan Qur’an (Jam’ul Qur’an) menurut para ulama’ memiliki dua pengertian; Pertama, pengumpulan dalam arti hifzuhu (menghafalnya dalam hati). Jumma’ul Qur’an artinya huffazuhu (penghafal-penghafalnya, orang yang menghafalkannya di dalam hati). Inilah makna yang dimaksudkan dalam firman Allah kepada Nabi, Nabi senantiasa menggerak-gerakkan kedua bibir dan lidahnya untuk membaca Al-Qur’an ketika Al-Qur’an itu turun kepadanya sebelum Jibril selesai membacakannya, karena ingin menghafalkannya:
“Janganlah kamu gerakkan lidahmu
untuk (membaca) Al Quran Karena hendak cepat-cepat (menguasai)nya. Sesungguhnya
atas tanggungan kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai)
membacanya. Apabila kami Telah selesai membacakannya Maka ikutilah bacaannya
itu. .Kemudian, Sesungguhnya atas tanggungan kamilah penjelasannya.”(Q.S Al-Qiyamah [75]:
16-19).
Rasulullah selalu merindukan wahyu dari Allah, sehingga ia selalu menghafal
dan memahaminya dan oleh sebab itu sering disebut hafiz (penghafal)
Al-Qur’an pertama dan merupakan contoh paling baik bagi para sahabat dalam
menghafalnya, sebagai realisasi kecintaan mereka kepada pokok agama dan sumber
risalah. Al-Qur’an diturunkan selama kurang lebih dua puluh tiga tahun. Setiap kali sebuah ayat turun,
dihafal dalam dada dan ditempatkan dalam hati.
Kedua, pengumpulan dalam arti kitabatuhu kullihi (penulisan Al-Qur’an semuanya) baik dengan memisah-misahkan ayat-ayat dan surah-surahnya, atau menertibkan ayat-ayat semata dan setiap surah ditulis dalam satu lembaran secara terpisah, ataupun menertibkan ayat-ayat dan surah-surahnya dalam lembaran-lembaran yang terkumpul yang menghimpun semua surah sebagiannya ditulis sesudah bagian yang lain.
Pada setiap kali Rasulullah SAW. menerima wahyu yang berupa ayat-ayat Al-Qur’an beliau membacanya di depan para sahabat, kemudian para sahabat menghafalkan ayat-ayat tersebut sampai hafal di luar kepala. Namun kemudian beliau menyuruh Kuttab (penulis wahyu) untuk menuliskan ayat-ayat yang baru diterimanya itu.
Jadi pada dasarnya pengumpulan Al-Qur’an pada masa Nabi, masih berupa
hafalan, karena Nabi adalah orang yang Ummi (tidak bisa baca-tulis). Sehingga
seluruh wahyu yang diberikan dari Allah melalui malaikat Jibril langsung
dihafalkan dan dipahami di dalam hati.
B.
Pengumpulan Al-Qur’an Pada Masa Abu Bakar
Setelah Rasulullah wafat dan Abu Bakar menjadi khalifah, bergeraklah Musailamah al-Kadzdzab menda’wakan dirinya sebagai seorang Nabi. Dia mengembangkan khurafatnya dan kebohongan-kebohongan. Sehingga dia dapat mempengaruhi Banu Hanifah dari penduduk Yamamah lalu mereka menjadi murtad. Ketika Abu bakar mengetahui tindakan Musailamah itu, beliau menyiapkan suatu pasukan tentara untuk menggempur mereka. Dan banyaklah para sahabat yang hafal Al-Qur’an gugur dalam peperangan itu, kurang lebih 700 sahabat.
Melihat yang demikian (banyak sahabat penghafal Al Quran yang gugur),
tibullah hasrat Umar bin Khotob untuk meminta kepada Abu Bakar agar Al- Qur’an
itu dikumpulkan. Beliau khawtir akan berangsur-angsur hilang Al–Qur’an, kalau
hanya dihafal saja, karena para penghafalnya kian bertambah kurang.
Abu ‘Amr dalam kitab Al Muhkam menerangkan bahwa Zaid ibnu Tsabit: “Umar
ibn Khattab datang kepada Abu Bakar, lalu mengatakan bahwa peperangan Zamamah
telah banyak memusnahkan para Qurra. Aku takut akan kehilangan al- Quran,
karena itu aku minta supaya tuan menuliskannya”.
Zaid ibn Tsabit dalam menyelenggarakan tugasnya dibantu oleh beberapa
anggot lain, semuanya penghafal Al–Qur’an, yaitu Ubay ibn Ka’ab, Ali bin Abi
Thalib dan Usman bin Affan. Mereka berulang kali mengadakan pertemuan dan
mereka mengumpulkan tulisan-tulisan yang mereka tuliskan di masa Nabi.
Maka dengan usaha tersebut, terkumpullah Al- Qur’an di dalam suhuf dari
lembaran-lembaran kertas. Dalam pada itu, ada juga riwayat yang menerangkan,
bahwa usaha tersebut menulis Al- qur’an dalam suhuf-suhuf yang terdiri dari
kulit dn pelepah kurma. Inilah pengumpulan pertama.
Jadi dapat disimpulkan bahwa pengumpulan Al-Qur’an pada masa Abu Bakar
terjadi ketika banyak penghafal Al-Qur’an yang gugur dalam perang, sehingga
timbul pemikiran untuk mengumpulkan Al-Qur’an.
C.
Pengumpulan Al-Qur’an Pada Masa Usman bin Affan
Penyebaran Islam bertambah luas dan para Qurra pun tersebar di berbagai
wilayah dan penduduk di setiap wilayah itu memepelajari qiraat (bacaan) dari
qari yang dikirim kepada mereka. Cara-cara pembacaan atau qiraat Al-
Quran yang mereka bawakan berbeda-beda sejalan dengan perbedaan huruf yang
dengannya Al- Quran duturunkan. Sebagian ada yang merasa heran karena adanya
perbedaan qiraat ini. Adapula yang merasa puas karena mengetahui bahwa
perbedaan-perbedaan itu semunya disandarkan kepada Rasulullah SAW.
Ketika terjadi perang Armenia dan Azarbijan dengan penduduk Irak, diantara
orang yang ikut menyerbu kedua tempat itu ialah Khudzaifah bin Al Yaman. Ia
melihat banya perbedaan dalam cara-cara membaca Al Quran. Meliha kenyataan
demikian Khuzaimah segera menghadap Usman dan melaporkan kepadanya apa yang
telah dilihatnya. Usman juga memberi tahu kepada Khuzaimah bahwa sebagian
perbedaan itu pun akan terjadi pada orang-orang yang mengajarkan qiraat kepada
anak-anak. Para sahabat amat memprihatinkan kenyataan ini karena takut
kalau-kalau perbedaan itu akan menimbulkan penyimpangan dan perubahan. Mereka
bersepakat untuk menyalin lembaran-lembaran pertama yang ada pada Abu Bakar dan
menyatukan umat Islam pada lembaran-lembaran itu dengan bacaan yang tetap pada
satu huruf.
Usman kemudian mengirimkan utusan kepada Hafsah (untuk meminjamkan
mushaf Abu Bakar kepadanya) dan Hafsah pun mengirimkan lembaran-lembaran itu
kepadanya kemudian Usman memanggil Zaid bi tsabit Al Ansari, Abdullah bin
Zubair, Said bin ‘Ass, dan Abdurrahman Harits bin Hisyam, lalu memerintahkan
mereka agar menyalin dan memperbanyak mushaf, serta memerintahkan pula agar apa
yang diperselisihkan Zaid dengan ketiga orang Quraisy itu ditulis dalam bahasa
Quraisyi.
Mereka melaksanakan perintah itu. Setelah mereka selesai menyalinnya jadi beberapa mushaf, Usman mengembalikan lembaran-lembaran asli itu kepada Hafsah. Selanjutnya Usman mengirimkan ke setiap wilayah mushaf baru tersebut dan memerintahkan agar semua Al- Quran atau mushaf lainnya dibakar. Zaid berkata “ketika kami menyalin mushaf, saya teringat akan satu ayat dari surat Al Ahzab yang pernah aku dengar dibacakan oleh Rasulullah SAW, maka kami mencarinya dan kami dapatkan pada Khuzaimah bin tsabit Al- Anshari. Ayat itu ialah,
Di antara orang-orang mukmin itu ada
orang-orang yang menepati apa yang Telah mereka janjikan kepada Allah; Maka di
antara mereka ada yang gugur. dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu-
nunggudan mereka tidak merobah (janjinya). (Q.S Al-Ahzab: 23)
Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa pengumpulan Al-Qur’an pada masa Usman
bin Affan, terjadi ketika banyak terjadi perbedaan-perbedaan dalam cara-cara
membaca Al Quran. Sehingga Usman memerintah untuk menyatukan Al-Qur’an dalam
satu bacaan yang dapat menyatukan umat Islam pada lembaran-lembaran itu dengan
bacaan yang tetap pada satu huruf.
D.
Manfaat Pengumpulan Al-Qur’an
Pemeliharaan al-Qur’an, yang dimulai dengan penghafalan oleh para sahabat
di zaman Rasulullah saw., pengumpulan berupa mushaf pada masa Khalifah Abu
Bakar dan penulisannya pada masa Usman bin Affan manfaatnya telah dirasakan di
masa sekarang ini, yaitu terpeliharanya keaslian dan keotentikan redaksi
al-Qur’an. Sekiranya ayat-ayat Al-Qur’an sampai kini masih diatas pelepah tamar
atau yang lainnya, maka sudah barang tentu pelepah tamar tersebut lama kelamaan
akan lapuk dan hancur bercerai berai. Demikian pula yang dihafal oleh para
sahabat akan hilang seiring dengan wafatnya banyak sahabat yang hafal al-Qur’an
di medan perang.
Ada beberapa manfaat yang dapat diambil oleh umat manusia dengan
terpeliranya al-Qur’an yaitu :
1.Al-Qur’an menjadi satu-satunya kitab suci yang sama sekali redaksinya
tidak pernah mengalami perubahan. Apa yang dibaca dari isi Al-Qur’an sekarang
adalah sama dengan apa yang dibaca oleh para sahabat empat belas abad yang
lalu.
2. Terpeliharanya keotentikan Al-Qur’an menjadikannya sebagai sumber
pertama ajaran Islam, ia berisi nilai-nilai ajaran yang bersifat global,
unversal, dan mendalam karena itu perlu penjelasan lebih lanjut. Di sinilah
pentingnya peranan tafsir guna menjelaskan lebih lanjut mengenai apa yang
dimaksud Al-Qur’an.
3. Al-Qur’an menjadi al-furqan yang berarti pembeda. Dengan membaca dan
memahami al-Qur’an, orang dapat membedakan dan memisahkan antara yang hak dan
yang batil. Selain itu al-Qur’an juga menjadi az-zikra, yaitu peringatan yang
mengingatkan manusia akan posisinya sebagai mahluk Allah yang memiliki tanggung
jawab.
4. Terpeliharanya keotentikan dan keaslian redaksi Al-Qur’an, menjadikannya
sebagai sumber ilmu pengetahuan. Di dalamnya terdapat berbagai petunjuk yang
tersurat dan tersirat yang berkaitan dengan ilmu pengetauan. Isyarat-isyarat
ilmiah al-Qur’an ternyata dapat dibuktikan kebenarannya oleh ilmuan di abad
modern saat ini.
Fungsi- fungsi al-Qur’an tersebut di atas tidak mungkin dapat tercapai seandainya al-Qur’an tidak dijaga keaslian dan keotentikan redaksinya, sejak masa turunnya samapai sekarang, oleh karena itu menjadi tanggaung jawab setiap umat islam untuk senatiasa menghafal, memehami dan mengkaji isi al-Qur’an.
IV. KESIMPULAN
Pengumpulan Qur’an (Jam’ul Qur’an) menurut para ulama’ memiliki dua
pengertian; Pertama, pengumpulan
dalam arti hifzuhu (menghafalnya dalam hati). Jumma’ul Qur’an artinya
huffazuhu (penghafal-penghafalnya, orang yang menghafalkannya di dalam
hati).
Kedua, pengumpulan dalam
arti kitabatuhu kullihi (penulisan Al-Qur’an semuanya) baik dengan
memisah-misahkan ayat-ayat dan surah-surahnya, atau menertibkan ayat-ayat
semata dan setiap surah ditulis dalam satu lembaran secara terpisah, ataupun
menertibkan ayat-ayat dan surah-surahnya dalam lembaran-lembaran yang terkumpul
yang menghimpun semua surah sebagiannya ditulis sesudah bagian yang lain.
Rasulullah selalu merindukan wahyu dari Allah, sehingga ia selalu menghafal
dan memahaminya dan oleh sebab itu sering disebut hafiz (penghafal)
Al-Qur’an pertama dan merupakan contoh paling baik bagi para sahabat dalam
menghafalnya, sebagai realisasi kecintaan mereka kepada pokok agama dan sumber
risalah.
Abu ‘Amr dalam kitab Al Muhkam menerangkan bahwa Zaid ibnu Tsabit: “Umar
ibn Khotob datang kepada Abu Bakar, lalu mengatakan bahwa peperangan Zamamah
telah banyak memusnahkan para Qurra. Aku takut akan kehilangan al- Quran,
karena itu aku minta supaya tuan menuliskannya”.
Ketika terjadi perang Armenia dan Azarbijan dengan penduduk Irak, diantara
orang yang ikut menyerbu kedua tempat itu ialah Khudzaifah bin Al Yaman. Ia
melihat banya perbedaan dalam cara-cara membaca Al Quran. Meliha kenyataan
demikian Khuzaimah segera menghadap Usman dan melaporkan kepadanya apa yang
telah dilihatnya.
Usman kemudian mengirimkan utusan kepada Hafsah (untuk meminjamkan
mushaf Abu Bakar kepadanya) dan Hafsah pun mengirimkan lembaran-lembaran itu
kepadanya kemudian Usman memanggil Zaid bi tsabit Al Ansari, Abdullah bin
Zubair, Said bin ‘Ass, dan Abdurrahman Harits bin Hisyam, lalu memerintahkan
mereka agar menyalin dan memperbanyak mushaf.
Ada beberapa manfaat yang dapat diambil oleh umat manusia dengan terpeliranya al-Qur’an yaitu : (1) Al-Qur’an menjadi satu-satunya kitab suci yang sama sekali redaksinya tidak pernah mengalami perubahan. (2) Terpeliharanya keotentikan Al-Qur’an menjadikannya sebagai sumber pertama ajaran Islam. (3) Al-Qur’an menjadi al-furqan yang berarti pembeda. (4) Terpeliharanya keotentikan dan keaslian redaksi Al-Qur’an, menjadikannya sebagai sumber ilmu pengetahuan.
0 Response to "Makalah Jam’ul Qur’an"
Post a Comment