Tatacara Sholat Jama' Bagi Musafir
Keringanan sholat di dalam perjalanan
Gambar : Pixabay.com |
Dalam bepergian, ada beberapa keringanan (rukhsah) dalam beribadah yang diberikan oleh agama kita untuk meringankan dan memudahkan pelaksanaannya. Salah satu keringanan tersebut adalah pelaksanan ibadah sholat dengan cara qashar (dipendekkan) dan dengan cara jamak (menggabung dua sholat dalam satau waktu). Dengan demikian pelaksanaan sholat dalam perjalanan, atau disebut "sholatus safar", dapat dilakukan dengan beberapa cara sebagai berikut :
1. Itmam, atau sempurna yaitu dilakukan seperti biasanya saat dirumah.
2. Qashar, yaitu sholat yang semestinya empat rakaat diringkas atau dipendekkan menjadi dua roka'at.
3. Jama', yaitu mengumpulkan dua sholat, Dhuhur dengan Ashar atau Maghrib dengan Isya', dalam salah satu waktunya.
Sholat Jama'
Pengertian sholat jama'
Shalat Jamak adalah mengerjakan shalat fardhu dengan cara mengumpulkan 2 shalat dalam satu waktu dengan syarat-syarat tertentu (dua shalat fardhu dikerjakan dalam satu waktu). Shalat jamak ini juga boleh dilakukan oleh orang yang melakukan perjalanan jauh (musafir) dengan syarat-syarat yang telah di sebutkan pada shalat qashar di atas.
Shalat fardhu yang boleh dijamak adalah:
- Shalat zhuhur dengan ashar.
- Shalat maghrib dengan isya.
Sedangkan Shalat fardhu yang tidak boleh dijamak adalah:
- Shalat subuh.
- Shalat ashar dengan shalat maghrib.
Dalam pelaksanaannya, shalat jamak dibagi menjadi 2, yaitu jamak taqdim dan jamak ta'khir.
Dalil sholat jama'
Banyak yang beranggapan bahwa jama' merupakan ketentuan yang tidak terkait dengan qashar. Sejatinya kedua cara sholat ini tidak ada kaitannya dan mempunyai ketentuan sendiri-sendiri, hanya saja sering keduanya dilaksanakan secara bersamaan. Jadi melakukan qashar sholat dan sekaligus melakukan jama'. Sholat seperti itu disebut jama' qashar.
Para ulama melihat bahwa ketentuan jama' lebih longgar dibandingkan dengan qashar. Qashar boleh dilakukan pada kondisi tertentu dan sesuai aturan dan syarat di atas, tetapi jama' mempunyai ketentuan yang tidak seketat ketentuan di atas.
Para ulama juga berbeda pendapat mengenai diperbolehkannya jama' sholat. Mayoritas ulama mengatakan jama' sholat hukumnya boleh dan merupakan hak musafir. Karena hukumnya boleh maka seorang musafir boleh malakukan jama' dan boleh tidak melakukannya. Melakukannya dengan keyakinan mengikuti Rasululah s.a.w. adalah kesunahan.
Dalil-dalil yang menunjukkan dipebolehkannya jama' adalah antara lain:
[1]. Hadist riwayat Bukhari dari Anas bin Malik r.a. belaiau berkata bahwa Rasulullah s.a.w menggabung sholat Maghrib dan Isya' pada saat bepergian.
[2]. Hadist riwayat Muslim dari Muadz beliau berkata: kami bepergian bersama Rasulullah s.a.w. untuk perang Tabuk, beliau melakukan sholat Dhuhur dan Ashar secara digabung dan begitu juga dengan sholat Maghrib dan Isya'.
[1] hadist Anas bin Malik r.a.: Rasulullah s.a.w. ketika bepergian sebelum matahari condong ke barar, beliau mengakhirkan sholat dhuhur di waktu ashar, lalu beliau berhenti dan sholat keduanya. Apabila beliau berangkat setelah masuk waktu sholat maka beliau sholat dulu lalu memulai perjalanan". (h.r. Bukhari Muslim).
[2] Hadist Ibnu Umar r.a. berkata: suatu hari aku dimintai pertolongan oleh salah satu keluarganya yang tinggal jauh sehingga beliau melakukan perjalanan, beliau mengakhirkan maghrib hingga waktu isya' kemudian berhenti dan melakukan kedua sholat secara jama', kemudian beliau menceritakan bahwa itu yang dilakukan Rasulullah s.a.w. ketika menghadapi perjalanan panjang.
Kedua hadist di atas juga dijadikan landasan diperbolehkannya jama' taqdim, yaitu melakukan kedua pasangan sholat di atas dalam waktu pertama.
[3]. Hadist Muadz r.a. bahwa Rasulullah s.a.w. pada waktu perang Tabuk, manakala beliau meulai perjalanan setelah Maghrib, beliau memajukan Isya' dan melaksanakannya di waktu sholat maghrib. (h.r. Ahmad, Abu Dawud dan Tirmidzi dan beliau menghasankan hadist ini).
Sebagian ulama dari kelompok ini mengatakan bahwa yang utama bagi musafir yang sedang dalam perjalanan adalah melakukan jama'. Sedangkan musafir yang melakukan transit atau stop over lebih utama melakukan sempurna. Yang jelas dengan semangat mengikti sunnah Rasulullah s.a.w. maka kita mengikuti yang paling mudah dan meringankan sejauh itu tidak dosa. Rasulullah s.a.w. tidak pernah disodori dua pilihan kecuali mengambil yang paling mudah selama itu tidak dosa, kalau itu dosa maka beliau yang paling gigih menjauhinya (h.r. Bukhari dan Muslim).
Pendapat kedua adalah yang diikuti imam Ibu Hanifah atau mazhab Hanafi mengatakan bahwa sholat jama hanya boleh dilakukan pada hari Arafah untuk para jamaah haji, yaitu jama' taqdim, dan jama' ta'kir pada malam Muzdalifah. Alasan pendapat ini bahwa riwayat-riwayat yang menceritakan waktu-waktu sholat adalah hadist mutawaatir (diriwayatkan banyak orang), sedangkan hadist yang meriwayatkan jama' selain di waktu haji adalah hadist Ahad (personal), hadist yang mutawatir tidak bisa ditinggalkan dengan hadist ahad. Pendapat ini juga melandaskan pada riwayat Ibnu Mas'ud r.a. beliau berkata: "Demi Dzat yang tidak ada tuhan lain yang menyekutuinya, Rasulullah s.a.w. tidak pernah melakukan sholat kecuali pada waktunya kecuali dua sholat, yaitu beliau melakukan jama' (taqdim) dhuhur dan ashar di Arafah dan jama' (ta'khir) maghrib dan isya di Muzdalifah" (h.r. Bukhari Muslim).
Jama' sholat (menggabung dua sholat)
Menjama' sholat adalah melakukan sholat Dhuhur dan Ashar dalam salah satu waktu kedua sholat tersebut secara berturut-turut, atau melaksanakan sholat Maghrib dan Isya' dalam salah satu waktu kedua sholat tersebut secara berturut-turut. Maka sholat dengan cara jama' ada dua macam:
1. Jama' taqdim. Yaitu mengumpulkan sholat dhuhur dan sholat ashar dalam waktu dhuhur, atau sholat maghrib dan sholat isya' dalam waktu maghrib.
2. Jama' ta'khir. Yaitu mengumpulkan sholat dhuhur dan sholat ashar dalam waktu ashar, atau sholat maghrib dan sholat isya' dalam waktu isya'.
Kondisi di bolehkannya sholat jama'
Ketentuan jama' dan atas adalah mengacu kepada pendapat mazhab Syafii. Berikut ini adalah kondisi-kondisi yang diperbolehkan melakukan sholat dengan jama' dari berbagai mazhab:
1. Perjalanan panjang lebih dari 80,64km (Syafii dan Hambali).
2. Perjalanan mutlak meskipun kurang 80km (Maliki).
3. Hujan lebat sehingga menyulitkan melakukan sholat berjamaah khusus untuk sholat maghrib dan isya' (Maliki, Hambali). Termasuk kategori ini adalah jalan yang becek, banjir dan salju yang lebat. Mazhab Syafii untuk kondisi seperti ini hanya memperbolehkan jama' taqdim. Dalil dari pendapat ini adalah hadist Ibnu Abbas bahwa Rasulullah s.a.w. sholat bersama kita di Madina dhuhur dan ashar digabung dan maghrib dan isya' digabung, bukan karena takut dan bepergian" (h.r. Bukhari Muslim).
4. Sakit (menurut Maliki hanya boleh jama' simbolis, yaitu melakukan solat awal di akhir waktunya dan melakukan sholar kedua di awal waktunya. Menurut Hambali sakit diperbolehkan menjama' sholat).
5. Saat haji yaitu di Arafah dan Muzdalifah.
6. Menyusui, karena sulit menjaga suci, bagi ibu-ibu yang anaknya masih kecil dan tidak memakai pampers (Hambali).
7. Saat kesulitan mendapatkan air bersih (Hambali).
8. Saat kesulitan mengetahu waktu sholat (Hambali).
9. Saat perempuan mengalami istihadlah, yaitu darah yang keluar di luar siklus haid. (Hambali). Pendapat ini didukung hadist Hamnah ketika meminta fatwa kepada Rasulullah s.a.w. saat menderita istihadlah, Rasulullah s.a.w. bersabda:"Kalau kamu mampu mengakhirkan dhuhur dan menyegerakan ashar, lalu kamu mandi dan melakukan jama' kedua sholat tersebut maka lakukanlah itu" (h.r. Ahmad, Abu Dawud dan Tirmidzi)
10. Karena kebutuhan yang sangat mendesak, seperti khawatir keselamatan diri sendiri atau hartanya atau darurat mencari nafkah dan seperti para pekerja yang tidak bisa ditinggal kerjaannya. (Hambali).
Para pekerja di kota-kota besar yang pulang dengan tansportasi umum setelah sholat ashar sering menghadapi kondisi sulit untuk melaksanakan sholat maghrib secara tepat waktu karena kendaraan belum sampai di tujuan kecuali setelah masuk waktu isya', sementara untuk turun dan melakukan sholat maghrib juga tidak mudah. Pada kondisi ini dapat mengikuti mazhab Hambali yang relatif fleksibel memperbolehkan pelaksanaan sholat jama'. Menurut mazhab Hambali asas diperbolehkannya qashar sholat adalah karena bepergian jauh, sedangkan asas diperbolehkannya jama' adalah karena hajah atau kebutuhan. Maka ketentuan jama' lebih fleksibel dibandingkan dengan ketentuan qashar.
Sholat Jama' Taqdim
Syarat-Syarat Sholat Jama' Taqdim
Orang yang sedang bepergian, diperbolehkan melakukan sholat jama' taqdim, dengan syarat sebagai berikut :
1. Bukan berpergian maksiat.
2. Jarak yang akan ditempuh, sedikitnya berjarak 80,64 km. (mazhab Syafii)
3. Berniat jama' taqdim dalam sholat yang pertama ( Dhuhur / Maghrib).
4. Tartib, yakni mendahulukan sholat dhuhur sebelum sholat ashar dan mendahulukan sholat maghrib sebelum sholat isya'.
5. Wila, yakni setelah salam dari sholat pertama, segera cepat-cepat melakukan sholat kedua, tenggang waktu anatara sholat pertama dengan sholat kedua, selambat-lambatnya, kira-kira tidak cukup untuk mengerjakan dua roka'at singkat.
Cara Melaksanakan sholat jama' taqdim
Yang dimaksud dengan sholat jama' taqdim adalah, melakukan sholat ashar dalam waktunya sholat dhuhur, atau melakukan sholat isya' dalam waktunya sholat maghrib. Sholat shubuh tidak dapat dijama' dengan sholat isya'. Pelaksanaan sholat dengan jama' taqdim antara sholat dhuhur dengan ashar, dilakukan dengan cara, setelah masuk waktu dhuhur, terlebih dahulu melakukan sholat dhuhur, dan ketika takbirotul ihram, berniat menjama' sholat dhuhur dengan ashar.
Contoh :
Usholli fardlod-dhuhri jam'an bil 'ashri taqdiman lillahi ta'ala.
Artinya : "Saya berniat sholat dhuhur dengan dijama' taqdim dengan ashar karena Allah"
Niat jama' taqdim, dapat juga dilakukan di tengah-tengah sholat dhuhur sebelum salam, dengan cara berniat didalam hati tanpa diucapkan, menjama' taqdim antara ashar dengan dhuhur.
Kemudian setelah salam dari sholat dhuhur, cepat-cepat melakukan sholat ashar. Demikian juga cara sholat jama' taqdim antara sholat maghrib dengan sholat isya', sama dengan cara jama' taqdim antara sholat dhuhur dengan ashar, dan lafadz dhuhur diganti dengan maghrib, lafadz ashar diganti dengan isya'.
Jika sholat jama' taqdim dilakukan dengan qashar, maka sholat yang empat raka'at, yaitu dhuhur, ashar, dan isya', diringkas menjadi dua rokaat. Contoh niat jama' taqdim serta qashar:
Usholli fardlod-dhuhri rok'ataini jam'an bil 'ashri taqdiman wa qoshron lillahi ta'ala
Artinya : "Saya berniat sholat dhuhur dua roka'at dengan dijama' taqdim dengan ashar dan diqashar karena Allah
Cara Melaksanakan Salat Jamak Takdim, Dhuhur dengan Ashar
Shalat duhur dahulu empat rakaat kemudian salat asar empat rakaat, dilaksanakan pada waktu duhur.
Tata caranya sebagai berikut:
Berniat salat duhur dengan jamak takdim. Bila dilafalkan yaitu:
”Ushalli fardhadh dhuhri arba'a raka'aatin jam'an taqdhiman ma'al ashri fardhal-lillaahi-ta'aala”
Artinya: ”Saya niat salat salat duhur empat rakaat digabungkan dengan salat asar dengan jamak takdim karena Allah Ta’ala”
- Takbiratul ihram
- Salat duhur empat rakaat seperti biasa.
- Salam.
Berdiri lagi dan berniat salat yang kedua (ashar), jika dilafalkan sebagai berikut:
”Ushalli fardhal ashri arba'a raka'aatin jam'an taqdhiman ma'adh-dhuhri fardhal-lillaahi-ta'aala”
Artinya: “Saya niat salat asar empat rakaat digabungkan dengan salat duhur dengan jamak takdim karena Allah ta’ala.
- Takbiratul Ihram
- Salat asar empat rakaat seperti biasa.
- Salam.
Catatan: Setelah salam pada salat yang pertama harus langsung berdiri,tidak boleh diselingi perbuatan atau perkataan misalnya zikir, berdo’a, bercakap-cakap dan lain-lain).
Cara Melaksanakan Salat Jamak Taqdim, Maghrib dengan Isya'
Shalat magrib dahulu tiga rakaat kemudian salat isya' empat rakaat, dilaksanakan pada waktu Maghrib.
Tata caranya sebagai berikut:
Berniat menjamak shalat magrib dengan jamak taqdim. Bila dilafalkan yaitu:
”Ushalli fardhal maghribi tsalatsa raka'aatin jam'an taqdhiman ma'al-'isya'i fardhal-lillaahi-ta'aala”
Artinya: “Saya niat salat salat magrib tiga rakaat digabungkan dengan salat ‘isya dengan jamak ta’khir karena Allah Ta’ala”
- Takbiratul ihram
- Salat magrib tiga rakaat seperti biasa.
- Salam.
Berdiri lagi dan berniat salat yang kedua (isya'), jika dilafalkan sebagai berikut:
”Ushalli fardhal ashri arba'a raka'aatin jam'an taqdhiman ma'al-maghribi fardhal-lillaahi-ta'aala”
Artinya: “Saya berniat salat isya' empat rakaat digabungkan dengan shalat magrib dengan jamak ta’khir karena Allah Ta’ala.”
- Takbiratul Ihram
- Salat ‘isya empat rakaat seperti biasa.
- Salam.
Catatan: Ketentuan setelah salam pada salat yang pertama sama seperti salat jamak takdim. Untuk menghormati datangnya waktu salat, hendaknya keuika waktu salat pertama sudah tiba, maka orang yang akan menjamak ta’khir, sudah berniat untuk menjamak ta’khir salatnya, walaupun salatnya dilaksanakan pada waktu yang kedua.
Sholat Jama' Takhir
Syarat jama' takhir
Orang yang sedang bepergian, diperbolehkan melakukan jama' ta'khir apabila memenuhi syarat sebagai berikut :
1. Bukan bepergian maksiat.
2. Jarak yang ditempuh, sedikitnya berjarak 80,64 km. (mazhab Syafii)
3. Berniat jama' ta'khir didalam waktu dhuhur atau waktu maghrib.
Cara jama' takhir
Yang dimaksud dengan jama' ta'khir adalah, melakukan sholat dhuhur dalam waktunya sholat ashar, atau melakukan sholat maghrib dalam waktunya sholat, isya'. Sholat shubuh tidak dapat dijama' dengan sholat dhuhur.
Pelaksanaan sholat jama' ta'khir antara sholat dhuhur dan ashar, dilakukan dengan cara, apabila telah masuk waktu dhuhur, maka dalam hati niat mengakhirkan sholat dhuhur untuk dijama' dengan sholat ashar dalam waktu sholat ashar. Kemudian setelah masuk waktu ashar, melakukan sholat dhuhur dan sholat ashar (atau kalau dapat berjamaah, kerjakan ashar dulu kemudian dilanjutkan shalat zuhur) seperti biasa tanpa harus mengulangi niat jama' ta'khir.
Demikian juga cara melakukan jama' ta'khir sholat magrib dengan sholat isya'. Ketika masuk waktu maghrib berniat dalam hati mengakhirkan sholat maghrib untuk di jama' pada waktu sholat isya'.
Cara Melaksanakan Salat Jamak Ta'khir, Dhuhur dengan Ashar
Shalat Ashar dahulu empat rakaat kemudian salat Dhuhur empat rakaat, dilaksanakan pada waktu Ashar.
Tata caranya sebagai berikut:
Berniat shalat Ashar dengan jamak ta'khir. Bila dilafalkan yaitu:
”Ushalli fardhal 'ashri arba'a raka'aatin jam'an ta'khiiran ma'adh-dhuhri fardhal-lillaahi-ta'aala”
Artinya: “Saya niat shalat ashar empat rakaat digabungkan dengan salat dhuhur dengan jamak ta'khir karena Allah ta’ala.
- Takbiratul ihram
- Salat Ashar empat rakaat seperti biasa.
- Salam.
Berdiri lagi dan berniat salat yang kedua (Dhuhur), jika dilafalkan sebagai berikut:
”Ushalli fardhadh-dhuhri arba'a raka'aatin jam'an ta'khiiran ma'al 'ashri fardhal-lillaahi-ta'aala”
Artinya: ”Saya niat salat shalat Dhuhur empat rakaat digabungkan dengan shalat Ashar dengan jamak ta'khir karena Allah Ta’ala”
- Takbiratul Ihram
- Salat Dhuhur empat rakaat seperti biasa.
- Salam.
Catatan: Setelah salam pada salat yang pertama harus langsung berdiri, tidak boleh diselingi perbuatan atau perkataan misalnya zikir, berdo’a, bercakap-cakap dan lain-lain).
Cara Melaksanakan Salat Jamak Ta'khir, Maghrib dengan Isya'
Shalat isya' dahulu empat rakaat kemudian shalat magrib tiga rakaat, dilaksanakan pada waktu ‘isya.
Tata caranya sebagai berikut:
Berniat menjamak salat Isya dengan jamak ta’khir. Bila dilafalkan yaitu:
"Ushalli fardhal-'isya'i arba'a raka'aatin jam'an ta'khiiran ma'al maghribi fardhal-lillaahi-ta'aala”
Artinya: “Saya berniat salat ‘isya empat rakaat digabungkan dengan salat magrib dengan jamak ta’khir karena Allah Ta’ala.”
- Takbiratul ihram
- Salat isya' empat rakaat seperti biasa.
- Salam.
Berdiri lagi dan berniat salat yang kedua (maghrib), jika dilafalkan sebagai berikut:
”Ushalli fardhal maghribi tsalatsa raka'aatin jam'an ta'khiiran ma'al 'isyai fardhal-lillaahi-ta'aala”
Artinya: “Saya niat salat salat magrib tiga rakaat digabungkan dengan salat ‘isya dengan jamak ta’khir karena Allah Ta’ala”
- Takbiratul Ihram
- Salat maghrib tiga rakaat seperti biasa.
- Salam.
Catatan: Ketentuan setelah salam pada salat yang pertama sama seperti salat jamak takdim. Untuk menghormati datangnya waktu salat, hendaknya ketika waktu salat pertama sudah tiba, maka orang yang akan menjamak ta’khir, sudah berniat untuk menjamak ta’khir shalatnya, walaupun salatnya dilaksanakan pada waktu yang kedua.
***Tambahan
Batas di bolehkannya mengambil keringanan
Batas mulai diperbolehan jamak dan qashar adalah pada saat musafir telah melewati batas desanya. Begitu juga batas akhir mulai tidak diperbolehkan melakukan qashar atau jamak bagi seorang musafir adalah pada saat mulai memasuki batas desa dimana dia akan tinggal atau bermukim.
Kalau anda melakukan qashar dan jamak takhir saat perjalanan pulang, hendaknya melakukannya sebelum masuk batas desa anda. Kalau anda terlanjur masuk desa tersebut, maka anda tidak lagi berhak atas keringanan seperti jamak atau qashar.
Wudhu atau tayamum
Saat bepergian atau di atas kendaraan, untuk melaksanakan sholat terkadang mengalami kendala sulitnya mencari air. Maka pada saat tidak menemukan air untuk berwudlu, atau ada air, namun oleh pemilik air tidak diperbolehkan digunakan berwudlu', seperti ketika berada didalam pesawat, oleh petugas tidak diperbolehkan menggunakan air untuk berwudlu', karena dikhawatirkan dapat mengganggu sistem pesawat, sehingga dikhawatirkan membahayakan keselamatan para penumpang. Maka dalam kondisi ini diperbolehkan tayammum, yaitu bersuci dengan debu.
Pada saat dimana juga tidak terdapat sarana untuk bertayamum, seperti debu, maka sholatnya dapat dilakukan dengan cara di atas.
Qodo sholat yang tertinggal
Apabila kita bepergian dan karena satu dan lain hal kita terpaksa meninggalkan sholat atau tidak mungkin melakukan sholat, maka kita wajib melakukan qadla atas sholat yang kita tinggalkan tersebut. Qadla artinya melakukan sholat di luar waktu seharusnya.
Untuk sholat yang ditinggalkan saat bepergian jauh, qadla juga dapat dilaksanakan dengan qashar sesuai ketentuan qashar di atas, asalkan masih dalam kondisi bepergian dan belum sampai di tempat tujuan atau tempat bermukim, atau telah kembali di rumah. Maka apabila kita ingin melakukan qadla shalat yang tertinggal dalam bepergian, hendaknya melakukannya pada saat masih dalam perjalanan dan sebelum sampai di rumah, sehingga kita masih mendapatkan dispensasi melakukan qashar.
Apabila kita melakukan qadla shalat yang tertinggal di perjalanan tadi telah sampai di tempat tujuan untuk bermukim lebih dari tiga hari, atau setelah kita sampai di rumah, maka kita tidak lagi mendapatkan dispensasi qashar dan harus melaksanakannya dengan sempurna. Alasannya adalah karena keringanan qashar diberikan saat bepergian dan saat itu kita bukan lagi musafir maka wajib melaksanakan sholat secara sempurna.
0 Response to "Tatacara Sholat Jama' Bagi Musafir"
Post a Comment